Waspada dalam Taqwa dan Taat
Dalam kalam hikmahnya, Ibn Rajab pernah berkata; “Wahai anak Adam, andai kamu tahu nilai dirimu niscaya kamu tidak akan menghinakannya dengan perbuatan maksiat. Kamu adalah makhluk terpilih di antara semua makhluk. Untukmu disediakan surga, jika kamu bertaqwa. Surga adalah daerah orang-orang bertaqwa, sedangkan dunia adalah daerah Iblis.
Maka, bagaimana bisa kamu merelakan dirimu meninggalkan daerahmu sendiri? Bagaimana bisa kamu ikut berdesak-desakan di daerah Iblis dan dengan berani kamu mengaku dan berjuang didaerah tersebut? Bahkan kebanyakan dari kamu menjadi pengikutnya?
Sesungguhnya Allah mengusir Iblis dari langit demi kamu, ketika ia enggan sujud kepada bapakmu (Adam), dan Allah meminta kedekatanmu kepada-Nya agar kamu menjadi orang-orang spesial dan termasuk dalam golongan-Nya. Namun, kamu malah memusuhi-Nya dan malah menjadikan musuh-Nya sebagai temanmu.”
Ingatlah di dalam Al-Qur’an Allah mengatakan; ‘Patutkah kalian mengambilnya dan turunan-turunannya sebagai pemimpin kalian selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Kahfi: Ayat 50).
Mutiara Hikmah juga disampaikan oleh Harits al-Muhasibi, hal ini untuk membongkar kedunguan seorang penipu. Al-Muhasibi berkata “Ketahuilah bahwa setiap akal yang tidak ditemani dengan tiga hal adalah akal penipu; Pertama, sifat yang lebih mengutamakan kemaksiatan daripada ketaatan. Kedua, mengutamakan kebodohan daripada ilmu pengetahuan. Ketiga, mengutamakan dunia daripada agama.”
Al-Muhasibi memandang bahwa setiap orang adalah “penipu” ulung bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, apabila manusia tersebut mengutamakan kemaksiatan, kebodohan dan dunia daripada ketaatan, ilmu pengetahuan dan agama. Hal ini menandakan kerugian yang besar ditimbulkan oleh nafsu syahwat yang mengalahkan akal sehat.
Manusia yang selalu mendahulukan kemasiatan, kebodohan dan urusan dunia adalah golongan yang tertipu oleh penipu sebagaimana disebutkan oleh Ibn Qayyim al-Jauziah dalam bukunya ‘Talbîs Iblîs’. Beliau mengatakan bahwa iblis telah menipu sekelompok orang tersebut dalam hal ibadah kepada Allah. Merekalah adalah orang-orang yang mendahulukan yang sunnah daripada yang wajîb. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan manusia lalai tersebut.
Waspada Dengan Waktu
Ibnul Jauzi menjelaskan dalam salah satu wasiatnya dan ia kumpulkan di dalam sebuah Risâlah Ilâ Waladî. Nasehat tersebut dimaksudkan untuk anaknya yang benama Abu Qasim Badaruddin, “Ketahuilah bahwa hari-hari itu hanya beebrapa saat, beberapa saat hanya beberapa nafas, dan setiap nafas adalah harta yang sangat berharga. Waspadalah! Jangan sampai nafas itu hilang begitu saja tanpa ada nilainya. Jika demikian, kamu akan melihat di hari Kiamat perbendaharaanmu dalam keadaan kosong dan kamu akan menyesal.
Padahal di dalam sebuah riwayat yang shahih dari Rasulullah Saw. “Barang siapa membaca Subhanallah al-Azhîm wa Bihamdih, niscaya akan ditanamkan untuknya sebuah pohon kurma di dalam surga” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hiban dan Hakim dari Jabir). Jika direnungkan, hadits ini mengisaratkan kepada manusia yang menyia-nyiakan waktunya, berapa banyak pohon kurma yang dilewatkan.
Hasan al-Basri berkata, “Hai anak Adam, kamu sebenarnya adalah hari-hari. Bila satu hari berlalu, maka hilang pula sebagianmu. Bila sebagian hilang, pasti akan hilang keseluruhan. Jika kamu menyadari hal itu maka berbuatlah!” Dalam redaksi berbeda Basyar Ibn Harits al-Hafi sering berucap “Kemarin sudah mati, hari ini belum pasti, dan esok belum tentu ada, maka segeralah berbuat kebajikan.” (Basyar ibn Harits: 56, Dâr al-Ma’rifah).
Setiap waktu yang kamu habiskan untuk selain ketaatan kepada Tuhan, berarti kamu telah menyia-nyiakannya. Alangkah meruginya waktu yang habis bukan untuk ketaatan.
Wisata Hati
Perjalanan hati lebih berkesan dari perjalanan fisik. Berapa banyak orang yang sampai ke Baitullah dengan badannya, sedangkan setelah pulang dari Baitullah hatinya tidak terpaut lagi dengan pemilik Baitullah. Berapa banyak manusia yang melakukan ibadah fisik dan amalan lainnya, seperti membantu orang lain, tapi hatinya terjangkit riya’ ingin dilihat orang), dengki, hasut dan hasat.
Sesungguhnya amal tersebut tidak berbeda dalam bentuk dan jumlahnya. Namun menjadi berbeda dengan perbedaan di dalam hati. Karenanya, hati adalah penentu setiap amalan yang dilakukan. Menjaga hati artinya sama dengan menjaga amal. Namun manjaga amal agar selalu terpaut dengan hati terkadang menemukan kendala, karena hati yang belum terbiasa oleh amal tersebut.
Perjalanan hati adalah perjalanan yang selalu dipegang erat oleh para sahabat Rasulullah Saw. Bahkan, beban berat bagi mereka adalah menjaga hati agar selalu tuma’ninah dan selalu terpaut dengan Allah. Sebab Allah adalah penjaga hati yang sebenarnya.
Terakhir, nasehat indah dari Ibnu Rajab al-Hanbali “Bulan, tahun, malam dan siang seluruhnya adalah kesempatan sebelum ajal tiba dan merupakan waktu-waktu untuk berbuat. Kemudian, ia akan segera hilang dan pergi jauh. Namun Zat yang menciptakannya, selalu menyaksikan setiap perbuatan hamba-hamba-Nya.” (Lathâif al-Ma’ârif, 452)
Baca kitab Sibâq nahwa al-Jinân Karya Syekh Dr. Khalid Abu Syadi. Qisthi Press
Wallau’alam bis showâb