Tidak dipungkiri eksistensi pendidikan pesantren sebagai model pendidikan khas Indonesia semakin menggeliat. Dalam beberap dekade, keinginan mencangkokkan antara sistem pesantren dan sistem Universitas semakin mendapat sambutan. Salah satunya adalah Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Ponorogo. UNIDA disebut demikian karena memiliki sistem pondok yaitu sistem berasrama. Artinya pengelolaan asrama di Universitas pesantren adalah hal unik karena asrama, bukan hanya menjadi tempat tinggal, lebih dari itu asrama menjadi tempat pendidikan bahkan tempat mahasiswa bermujahadah.
Untuk itu, pada rentang Agustus-November 2024, pengelola asrama UNIDA mendapatkan pendampingan dari Tim Kemitraan yang terdiri dari dosen UNIDA yang fokus pada manajemen pesantren. Beragam kegiatan dilakukan sejak sosialisasi, pelaksanaan pendampingan, evaluasi dan peningkatan. Program kemitraan ini berhasil memetakan fungsi asrama pada sebuah sistem universitas pesantren. Berikut ulasannya:
Pertama, asrama sebagai tempat tinggal. Asrama merupakan pondoknya para mahasiswa UNIDA. Untuk bisa disebut sebagai tempat tinggal yang layak asrama memiliki 2 (dua) hal utama yakni fasilitas dan sistem pengelolaan. Asrama hendaknya memiliki fasilitas yang memadai untuk disebut tempat tinggal. Kamar, kamar mandi, tempat cuci-jemur, dapur, sarana olahraga, sarana ibadah, sistem sanitasi, pencahayaan, sirkulasi udara, dan segala perlengkapannya didesain sedemikian rupa untuk memastikan penghuninya hidup sehat. Selain itu, beragam sistem pengelolaan asrama seperti sistem piket, sistem keamanan dan sistem pemeliharaan fasilitas yang disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat dijalankan untuk memastikan asrama menjadi tempat tinggal yang sehat, aman, nyaman bersih dan tertib.
Kedua, asrama sebagai miniatur masyarakat. Selain sebagai tempat tinggal asrama juga berperan sebagai tempat interaksi sosial. Mahasiswa santri yang datang dari daerah, latar belakang, suku bangsa dan bahasa yang beragam dan tinggal dalam sebuah asrama. Artinya asrama menjadi titik pertemuan sosial yang beragam. Interaksi sosial terjadi dalam kelompok yang heterogen. Hal ini menuntut setiap anggota asrama mampu memahami karakter sosial yang beragam; yang akan membentuk sikap sosial yang luwes, saling memahami, tenggang rasa, persatuan, saling menghormati, tolong menolong, saling membantu, dan perasaan senasib seperjuangan. Sikap sosial inilah yang akan dibawa oleh mahasisiwa sekembalinya mereka kepada masyarakat yang sesungguhnya.
Ketiga, asrama sebagai tempat pendidikan. Asrama menempati posisi penting dalam menyempurnakan pendidikan selaian sisi akademik mahasiswa UNIDA. Pendidikan yang dikembangkan di asrama meliputi 4 (empat) jenis yakni olah zikir, olah fikir, olah raga dan olah rasa. Olah zikir adalah pendidikan ruhiyah. Asrama dan lingkungannya menjadi tempat para mahasiswa menempa spiritual mereka dengan melaksanakan ibadah mahdhoh seperti shalat dan puasa; serta ibadah nafilah seperti shalat sunnah, puasa sunnah, membaca dan menghafal al-Qur’an dan zikir harian. Olah fikir adalah pendidikan aqliyah. Asrama menjadi pelengkap dari kagiatan kuliah kelas mahasiswa.
Hal ini tercermin adanya kegiatan diskusi asrama, talaqqi kitab, membaca buku dan menulis. Olah raga adalah pendidikan jasmaniah. Asrama menjadi tempat pendidikan jasmani dengan beragam kegiatan seperti olahraga rutin dan beragam kompetisi olahraga. Olah rasa adalah pendidikan qalbiyah. Asrama menjadi sarana mahasiswa melakukan kegiatan pendidikan qalbiyah yang meliputi kegiatan kesenian, keterampilan dan kepekaan.
Hasil dari program kemitraan ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pengelola dan penghuni asrama khsusunya, dan menambah khazanah keilmuwan pada tema manajemen pesantren, “ucap Khurun’in salah satu anggota kemitraan. Sementara Akbar, salah satu pengurus asrama menyatakan bahwa program kemitraan sangat membantu para pengelola memahami makna kehidupan asrama dalam kerangka universitas pesantren. “Saya berharap acara kemitraan terus berlanjut khususnya pada maneaemen pesantren.” Ucapnya.