Hikmah

Muhasabah; Level Taqwa kita di Mana?

Telah banyak penjabaran mengenai tingkatan Mu’min dan Muttaqin. Namun tidak ada salahnya jika jabaran itu diperkaya dengan telisik penjelasan dari sudut pandang penulis. Seperti yang akan coba kita uraikan pada sharah berikut.

Derajat Mu’min dan Mutaqin disandang oleh mereka yang selalu istiqomah dalam mengerjakan kebaikan. Terkadang sulit menggapai derajat yang pertama ini, karena memang mampu direngkuh oleh mereka yang tetap istiqomah dalam keimanan dan ketakwaan. Jika derajat pertama terasa sulit, lantas apakah kita terhitung berada digolongan kedua atau golongan ketiga. Semoga kita istiqomah dalam kebaikan.

Sabiqun bil khairat

Derajat ini merupakan derajat tertinggi yang melekat dalam diri Mu’min dan Muttaqin. Pada level ini, dia selalu berusaha istiqomah dalam mengerjakan kebaikan. kapanpun dan dimanapun. Dia selalu berusaha menjadi yang pertama dalam ibadah kepada-Nya. Selalu ingin menjadi nomor satu dalam segala kebaikan. Pemimpin dalam kebaikan.

Jika dianalogikan dalam istilah ekonomi dia disebut sebagai ‘market leader’ atau pemimpin pasar. Dia tidak hanya menjadi penjual yang baik, namun juga menjadi penjual yang jujur, adil dan sabar.

Sebagai contoh, pada tataran ibadah shalat. Jika orang lain bergegas menuju masjid saat mendengar iqomah, sebaiknya dia telah mendatangi masjid sebelum adzan tersebut berkumandang. Tak ada waktu baginya untuk mengakhiri kebaikan.

Baginya kebaikan adalah utama. Kebaikan tidak akan dapat diraih dengan mengakhirinya atau mengulur-ngulur waktu menunaikannya. Golongan ini adalah mereka yang banyak mengerjakan kebaikan dan amat jarang berbuat maksiat.

Muqtashid

Mu’min dan muttaqin pada level ini, dia berusaha mengerjakan perintah Allah, namun pada kesempatan lain dia juga melanggar larangan-Nya. Mu’min ditingkat ini terasa sulit menjadi pemimpin dalam hal kebaikan. Kadar kebaikannya juga sebanding dengan maksiatnya.

Jika mendengar panggilan adzan, sesekali dia tunaikan sesekali dia abaikan. Jika di bulan Ramadhan puasa dan tarawehnya bolong-bolong. Baca al-Qur’an saja, itu pun jika sempat. Tidak ada ibadah utama yang diunggulkan. Ini merupakan level kedua yang kebaikan dan maksiat berbanding lurus. Maksudnya, potensi kebaikan yang dikerjakan selaras dengan potensi maksiat juga yang dikerjalan.

Zhalimun li nafsihi

Pada level ini, Mu’min dan Muttaqin adalah dia yang selalu berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Selalu berbuat maksiat dan dosa. Setiap kali dia mendengar adzan maka setiap kali itu juga dia tidak hiraukan, tak dipenuhi dan bersikap acuh.

Jangankan untuk membaca, membuka Al-Qur’an saja tidak pernah. Malu menumpuk pahala. Malu untuk melakukan kebajikan. Malu berbuat baik. Gemar berbuat dosa dan maksiat tapi seolah tidak merasa. Dapat dilihat Muslim pada level ini, ialah dia yang lebih banyak maksiat dan dosanya ketimbang kebaikan dan amal sholehnya.

Sebagai renungan, pastilah muncul pertanyaan, di level manakah kita berada. Apakah pada level pertama Tsabiukun bil khairat atau pada golongan Muqtasid dan alangkah celakanya kita jika menempati tingkat Zalimun linafsihi. Semoga Allah selalu membimbing kita kepada jalan lurus yaitu jalan kebenaran dan jalan kebaikan. Amiin

Wallahu ‘alam bis showab.

Related posts

Selaksa Hikmah dari Kisah Mahasiswa Unida

Sofian Hadi

Sejenak Bertafakkur

Sofian Hadi

Pure Eksotis “Pantai Jelenga” desa Jereweh. Sumbawa Barat

Sofian Hadi

“IMAJINER” Untaian Nasihat Badiuzzaman Said Nursi (1)

Fiqri Rabuna

Pentingnya Kenyamanan dan Keamanan dalam Berwisata

Sofian Hadi

Melihat Lebih Dekat Pruak Desa Rarak (Sebuah Memoar)

Sofian Hadi

Leave a Comment

error: Content is protected !!