Snouck Hurgronje hingga harus mengganti nama menyatakan diri sebagai seorang Muslim (1885). Kemudian, mengganti mamanya menjadi Abdul Ghaffar. Dengan trik ini dia bisa diterima menjadi murid ulama di Mekkah.
Snouck menyamar dengan piawai agar penyamarannya sebagai Muslim tidak terbaca. Licik memang, hingga sebagian kaum Muslim di Nusantara terperdaya dan menyebutnya Ulama. Tipu muslihat seperti ini dilakukan dengan keberanian untuk memecah belah kaum Muslim.
Keberhasilan Snouck cukup terbayarkan, sebab selain ia dianugerahi gelar “Mufti Hindia Belanda”. Padahal pernyataannya dan pandangannya tentang Islam cukup picik. Ia mengatakan;
“Sesungguhnya agama ini (Islam) meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern. Kecuali, dengan satu perubahan radikal”
Jadi, kaum orientalis saja mampu berkamuflase dalam upaya menjauhkan Muslim dari agamanya. Apalagi yg tidak berkedok orientalalis yang dengan jelas dari internal kaum Muslim, lebih akan dipercaya lagi keulamaanya. Padahal sesungguhnya, merekalah yang menghancurkan kemurnian Islam dari dalam.
Contohnya; yang mengaku bisa berbahasa semut, atau bahasa cacing. Tidak sedikit yang mengamini perkataanya. Celakanya, tidak ada pihak yang meluruskan paham dan pikiran-pikiran yang diucapkan oleh oknum yang bersangkutan.
Bahkan, terkesan diterima sebagai sebuah kebenaran yang diamini dengan keyakinan oleh para jama’ahnya. Walaupaun, terdapat ulama dan kaum intelektual yang bersuara mengenai hal tersebut, akan tetapi bukan malah diterima. Sebaliknya, dinggap sebagai sebuah permainan dan suara yang tidak penting disimak.
Mencuatnya, metode dakwah baru yang digembongi oleh beberapa oknum yang ingin dipanggil “ulama” dikalangan masyarakat Indonesia selalu muncul ke permukaan. Dan hebatnya, selalu bernaung dibawah ketiak ormas yang dianggap mempunyai pengaruh besar di Nusantara.
Pemerintah yang mempunyai otoritas kewenangan dalam menindak segala macam kurafat dan berbagai aliran kepercayaan yang bertentangan dengan sila pertama “Ketuahan Yang Maha Esa” tidak mampu menyodorkan solusi terhadap isu-isu yang sensitif. Mirisnya, diindikasikan sebagai sebuah pembiaran secara masif dan terstruktur.
Kita tidak ingin kembali diperdaya oleh penyamaran Snouck gaya baru. Sebab, jika kita kembali terpedaya dengan tipu muslihat semacam itu, sama halnya dengan kembali menyamarkan kebenaran Islam yang terang. Dan bahkan boleh jadi kitan memadamkan cahanya kebenaran yang telah menerangi masyarakat dan ummat Muslim.
Namun percayalah, mereka semua akan hancur dengan sendirinya. Islam akan terlindungi dari segala hal yang merusak dan menghancurkannya.
Islam akan tetap murni dari dulu, sekarang dan akan datang. Kaum Muslim harus melawan musuh-musuhnya dengan segala daya upaya kecerdasan intelektualitas yang dimiliki.
Walllahu’alam Bisshowab