Hari Ibu
Isu TerkiniOpini

Kemuliaan Perempuan dalam Islam: Refleksi Hari Ibu

Betapa Islam sangat memuliakan sosok perempuan. Setelah berabad-abad lamanya, keberadaan perempuan dari awal bangsa Yunani hingga Arab jahiliyah, tidak pernah mendapatkan perlakuan yang mengenakkan. Sebaliknya kaum perempuan selalu mendapat penindasan, pelecehan, diskriminasi hingga dijadikan tumbal untuk pemuas syahwat para raja.

Dalam beberapa kajian literature peradaban umat manusia, dari bangsa Yunani, Romawi, Persia, Yahudi, Nasrani hingga Arab Jhiliyah, kedudukan wanita pasang surut tanpa identitas yang jelas. Status dan hak mereka dirampas,, termarginalkan terombang ambing hingga ke dasar lembah kehinaan.

Quo-Vadis Perempuan dalam Tirani Sejaran Peradaban Manusia?

Syekh Ali bin Sa’id al-Ghamidi dalam buku Dalilul Mar’atil Muslimati yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Fiqih Muslimah. Pertama, Syekh al-Ghamidi merekam posisi perempuan dalam bangsa Yunani. Dalam pandangan mereka perempuan tidak memiliki kedudukan sama sekali, selain sebagai pemuas nafsu lelaki dan alat perkembangbiakan.

Undang-undang Yunani, memosisikan perempuan tak lebih dari hanya sekedar pembantu. Kondisi bangsa Yunani dengan tabi’at binatang mereka menjadikan perempuan hanya sebagai pemuas syahwat. Herannya, perempuan yang berakhlak buruk, berperangai busuk, memiliki posisi terhormat dalam komunitas bangsa Yunani.

Kedudukan perempuan yang ‘tidak bermoral,’ tidak berakhlak, sebaliknya dijadikan rujukan musyawarah di kalangan mereka. Peremapuan yang tidak berakhlak itu kemudian dipuja-puji, hingga pada tingkatan disembah bahkan dipertuhankan, contohnya seperti Aphrodite (Dewi cinta) layaknya mitologi Yunani.

Tidak jauh beda dengan bangsa Yunani, bangsa Romawi menjadikan perempuan dalam status undang-undang mereka tidak memiliki kepribadian sama sekali. Perempuan dijadikan sebagai ukurang ketidaklayakan, layaknya manusi yang hilang ingatan (gila). Parahnya lagi dalam komunitas Romawi, perempuan yang tinggal serumah dengan suaminya maka hubungan dengan keluarganya terputus.

Entah peraturan dari mana mereka adopsi, para suami bangsa Romawi memiliki hak untuk menghukum istri mereka dengan sesukanya. Bilamana seorang istri melakukan sebuah kesalahan, boleh jadi istri akan mendapatkan hukuman mati. Hukuman hanya akan didapatkan oleh seorang perempuan kaena dianggap sangat lemah.

Beberapa bentuk diskriminasi yang diterima istri bangsa Romawi, memicu prahara dan problema rumah tangga. Perceraian, perselingkuhan dan perzinahan marak terjadi. Peran perempuan yang menganggu rumah tangga orang lain lebih dominan. Laki-laki lebih sering mencari perempuan yang buruk akhlaknya ketimbang istrinya sendiri karena dipandang hanya sebagai pelayan.

Kemudian, kedudukan perempuan dalam pandangan kaum Yahudi diapandang lebih pahit daripada kematian. Dalam pandangan bangsa Yahudi perempuan adalah kutukan atau laknat. Wanita tidak berhak atas warisan ketika dia bersama saudara laki-lakinya. Dalam sejarah Yahudi, perempuan (Hawa) adalah biang kesusahan dan kesedihan.

Adapun perempuan menurut kaum Nasrani, perempuan sangat dimarginalkan. Ajaran Nasrani menetapkan perempuan sebagai sumber masuknya setan ke dalam tubuh manusia. Bahkan menurut kaum Nasrani, setan tertarik menyamar untuk menjadi wanita. Parahnya, hingga tahun 586 M. orang Nasrani belum mau mengakui keberadaan kaum perempuan.

Banyak laki-laki Nasrani memilih hidup lajang tidak menikah, karena menurut mereka perempuan lebih dekat dengan neraka dan keburukan. Dalam kitab Injil dan Taurat perempuan banyak mendapat bentuk penyelewengan terhadap hak dan harga individu mereka.

Bangsa Persia, beranggapan perempuan tidak lebih dari sekedar barang dagangan atau perhiasan. Perempuan akan diasingkan di tenda-tenda apabila mereka dalam keadaan haid atau nifas (pasca melahirkan).

Budaya Persia membolehkan perkawinan antar-kerabat. Laki-laki kemudian menjajah kaum perempuan dan menguasainya secara bersama-sama. Hal ini mendatangkan sebuah malapetka, karena terjadinya pembauran hubungan nasab, pelanggaran kehormatan dan harta benda.

Peraturan bangsa Persia juga mendukung hal demikian, bahkan dianjurkan. Siapa yang tidak ikut peraturan maka akan diancam, dihukum oleh penguasa. Bahkan yang menentang akan diusir jauh. Dan bagi perempuan yang melanggar akan diceraikan.

Berbeda dengan bangsa Persia dan kaum lainnya. Kaum Arab Jahiliyah lebih kejam dan tidak beradab alias biadab. Arab Jahiliyah, akan mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena takut menanggung malu dan cela.

Pandangan bangsa Arab Jahiliyah, perempuan tidak lebih dari barang warisan, sehingga seorang anak laki-laki bisa menikahi Istria ayahnya (setelah kematian ayahnya) dan melarang perempuan untuk menikah seumur hidupnya. Sebuah penistaan dan perlakuan kejam bagi sosok perempuan.

Setelah mengkaji dan menjelaskan berbagai kedudukan perempuan dalam berbagai bangsa dan kaum di atas, hal tersebut memberikan kita gembaran jelas bahwa kedudukan perempuan sebelum Islam datang sangat jauh dari kata mulia. Jauh dari kata terhormat.

Perempuan Pasca Kedatangan Islam

Akhirnya, Islam datang sebagai symbol pembebasan dari segala bentuk tiran yang diterima oleh kaum perempuan. Islam kemudian menganugerahkan perempuan penghargaan kedudukan dan mengangkat derajat kaum perempuan setinngi tingginya. Hingga kata Rasulullah Saw manjadikan ridha Allah terdapat pada ridha orang tua dan murka Allah juga tergantung pada murka orangtua.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

“Dari Abdullah bin Amr Radliallahu anhuma dari Nabi shallallaahualaihi wa sallam, beliau bersabda: “Ridho Allah terdapat pada ridho orang tua, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya orang tua.” (HR. Tirmidzi).

Maksud dari kata ‘orang tua’ di sini adalah sosok laki dan perempuan, yaitu ayah dan ibu pasangan yang menikah yang diikat dalam balutan suci (mitsaqan ghalizah). Tidak hanya seorang laki-laki saja, akan tetapi dibalik itu ada sosok perempuan, sosok ibu, yang membuat Allah kemudian manjadikan kata ridha begitu keramat.

Islam bahkan mengecam perilaku bangsa-bangsa terdahulu khususnya perilaku Arab Jahiliyah yang mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup, At-Takwir; 8-9. Hal ini menjadi penegasan sekaligus penolakan atas perilaku Arab Jahiliyah dan bangsa-bangsa lain dari Yunani hingga Persia yang telah merendahkan perempuan serta memperlakukan perempuan sebagai pelayan bejatnya nafsu dan syahwat mereka.

Dalam sebuah hadits lain, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah Saw. seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw. “Ya Rasulullah, siapakah manusia yang patut aku hormati dengan baik?” beliau menjawab “Ibumu”. Orang itu kembali bertanya “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab “Ibumu” “Lalu siapa?” Tanya orang itu lagi. “Ibumu” jawab Rasulullah. “Lalu siapa?” “Ayahmu” kata Rasulullah Saw.

من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال: أمك ، قال ثم من ؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال : أبوك . رواه البخارى ومسلم

“Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?. Nabi menjawab: “Ibumu”. Sesudah itu?. Nabi mengatakan :”Ibumu”, lalu setelah itu?. Nabi sekali lagi menegaskan:”Ibumu”. Kemudian?. Nabi mengatakan: “Ayahmu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini memberikan gambaran jelas posisi sosok perempuan dalam Islam. Tidak ada dalam ajaran agama manapun dalam sejarah peradaban manusia yang mereka memulikan keduduk perempuan, selain hanya ada dalam Islam. Segala hal yang menyangkut perempuan dan kemuliaannya hanya ditemukan dalam ajaran Islam. Subhanallah.

Fakta Hari Ibu dan Mother’s Day

Terkait dengan Hari Ibu, yang jatuh pada tanggal 22 Desember dan dirayakan setiap tahun khusus di Indonesia. Apabila membaca sejarah Hari Ibu bermula pada Kongres Perempuan I yang diselenggarakan tanggal 22-25 Desember tahun 1928 di Yogyakarta. Pelaksanaan Kongres ini kemudian yang menjadi dasar peringatan Hari Ibu di Indonesia.

Bagaimana dengan Mother’s Day? Hari Ibu berbeda dengan Mother’s Day yang diperigati di berbegai pelosok dunia. Di Amerika dan lebih dari 75 negara, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother’s Day dirayakan pada Ahad pekan kedua Mei.

Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day diperingati setiap tanggal 8 Maret. Hari ibu di Amerika Serikat dirayakan pertama kali pada 1908. Baca (https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Ibu).

Walaupun peringatan dan perayaan tersebut diabadikan untuk menghormati sosok ibu, akan tetapi kehangatan tersebut hanya bersifat ritual tahunan yang dikemas dengan pemberian hadiah, ucapan selamat, kumpul-kumpul keluarga dan sebagainya. Ritual tersebut pada intinya belum mampu mewakili kebahagiaan dan perjuangan seorang ibu dalam konteks nyata.

Ritual atau perayaan tersebut bukanlah persembahan terbesar untuk mereka. Sebaliknya hanya persembahan kecil yang bisa dilakukan oleh seorang anak untuk sosok Ibu. Biasanya setelah pemberian hadiah, selamatan, dan kumpul keluarga ibu akan kembali sendiri seperti sedia kala. Hari ibu, bagi sosok ibu, ritual penghormatan mestinya setiap hari dilakukan, bukan tahunan.

Karenanya, dalam Islam perayaan Hari Ibu adalah sepanjang waktu, setiap hari, sepanjang bulan, sepanjang tahun sampai selamanya. Mendoakan sosok Ibu, orang tua, setiap harinya dalam Islam adalah bentuk penghormatan tertinggi. Bentuk pengabdian terbaik yang dipersembahkan seorang anak kepada ibunya. Maka tidak salah syair indah dilontarkan oleh Syeikh Muhammad al-Ghazali dengan ungkapan:

إن ربت البيت روح ينفث الهناءة والمودة فى جنباته ويعين على تكوين انسان سوى طيب

“Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Dan ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik”. (Muhammad Syeikh al-Ghazali, As-Sunnah an-Nabawiyyah Baina ahl al-Fiqh wa ahl al-Hadits, Dar as-Syuruq, Beirut, 1988, hlm.125. Baca fahmina

Perempuan adalah sosok tangguh, dia mampu manjadi Ibu sekaligus menjadi seorang Ratu.

Wallahu’alam biss shawab

Related posts

Kearifan Lokal (Local Wisdom) Taliwang, Quo-Vadis? Bagian Satu

Sofian Hadi

Bukan Karena Nasab  Tetapi Kerena Amal Shaleh

Sofian Hadi

Bahaya Laten Narkoba

Sofian Hadi

Pentingnya Pendidikan dalam Islam: Mencetak Generasi Berwawasan dan Berakhlak Mulia

Sofian Hadi

Hikmah di Balik Perubahan Iklim: Menemukan Pelajaran dari Tantangan Global

Sofian Hadi

Penyimpangan Seksual Dalam Masyarakat (Sebuah Analisis Kritis)

Sofian Hadi

2 comments

Batuter December 25, 2024 at 6:39 am

Sungguh menarik bagaimana posisi perempuan dalam sejarah sering kali terabaikan, namun Islam mengangkat derajat mereka dengan begitu mulia. Bagaimana pandangan Anda tentang peran perempuan dalam masyarakat modern saat ini? Apakah nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam dapat diterapkan untuk meningkatkan status dan hak perempuan di era kontemporer?

Reply
RobiulTasman Tasman December 26, 2024 at 2:13 am

💌.

Reply

Leave a Comment

error: Content is protected !!