Makna Tarbiyah (Pendidikan)
Di dalam penjelasan para ulama terkait kata tarbiyah, Ar-Raghib al-Ashfahani dalam Mufrodât fî gharîbil Qur’ân menyatakan bahwa kata raba asal artinya adalah at-tarbiyah (pendidikan) yaitu menumbuhkan suatu keadaan menuju kesempurnaan sedikit demi sedikit hingga mencapai taraf kesempurnaan. Dikatakan dalam kalimat rabbahû, warabbâhu, warabbahu. Dikatakan juga dala sebuah kalimat. lian yarubbanî rajulun min quraisyîn ahabbu ilayya, min al yarubbanî rajulun min hawâdzinin. Artinya, aku lebih sukan dididik oleh orang Quraisy daripada dididik oleh orang hawazhim.
Kata rabbû adalah mashdar (kata infinitif) yang diambil dari kata subjek (fa’îl) dan kata rabbu tidak diucapkan kecuali untuk Allah yang memberikan jaminan terhadap kemaslahatan segala makhluk yang ada. Sebagai contoh firman Allah dalam surat Saba’ ayat 15, baldatun tayyibatun warabbun ghafûr “(negerimu) adalah negeri yang baik dan (rabbmu) adalah yang Maha Pengampun”. Agar tidak terjadi persamaan makna dari kata rabb, di sini Ar-Raghib al-Ashfahani menekankan makna kata rabb yang disandingkan dengan kata lain maka makna dimaksudkan Allah untuk yang lainnya.[1]
Adapun, Imam Bukhari meriwayatkan yang sanadnya dari Ibnu Abbas r.a, berkata; Jadilah orang-orang rabbanî yang penyabar (bijak) dan memahami fiqih. Mengenai makna rabbanî sebagaimana disebutkan di dalam kitab-kitab tafsir adalah; orang yang mendidik orang-orang dengan ilmu yang gampang terlebih dahulu, sebelum mengajarkan ilmu-ilmu yang sulit. Bukti lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabranî dengan sanadnya dari Abi Tsa’labah r.a. ia berkata bahwa suatu hari ia bertemu Rasulullah dan berkata;
“Wahai Rasulullah serahkan aku kepada orang-orang yang pandai mengajar.” Lalu Rasulullah menganjurkankua kepada Abu Ubaidillah Bin Jarrah, kemudian beliau berkata; “Kini telah kuserahkan engkau kepada seseorang yang pendai mengajar dan mendidikmu.” [2] Demikian makna tarbiyah menurut para ulama.
Makna Ta’lim (pengajaran)
Menurut Muhammad Fu‟ad Abd al-Baqi kata ta’lîm bentuk masdar dari kata allama yang dengan bentuk derivasinya diulang-ulang dalam al-Qur’an tidak kurang dari 105 kali. Kata allama diulang sebanyak lima kali dan selebihnya menggunakan bentuk lain seperti ilman sebanyak 14 kali, dua kali dengan pengulangan, ulama’, tiga kali menguunakan kata aliman, lima kali dengan redaksi alimtum, dan empat kali menggunakan kata allamakum, dan seterusnya.[3]
Jika merujuk kepada al-Ashfahani, kata ta’lîmu yang berarti pengajaran atau pemberitahuan adalah penggerakan diri untuk menggambarkan makna-makna, sedangkan kata ta’allum yang berati belajar mengetahui adalah perhatian diri untuk menggambarkan makna-makna tersebut. Mungkin saja dalam kata ta’allum yang berarti belajar, ia dapat mengandung makna i’lâm yang berarti pemberitahuan jika pembelajarannya itu dilakukan secara terus-menerus.
Raghib Al-Ashfahani memberikan rujukan dari al-Qur’an Surat Al-Hujarât ayat 16, Surat Ar-Rahmân ayat 1-2, surat Al-A’laq ayat 4 dan surat Al-An’am ayat 16 dan surat lainnya. Adapun tentang surat Al-Baqarah ayat 31 “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nam (benda)” Al-Ashfahani menerangkan maksud pengajaran Allah tentang nama-nama kepada Adam adalah dengan memberinya kekuatan untuk berbicara serta meletakkan nama-nama pada benda-bendanya dan itu dilakukan dengan cara menyampaikan dalam hatinya. Begitupun juga pengajaran-Nya kepada para binatang-binatang, masing-masing dari pengajaran tersebut merupakan perbuatan yang Allah berikan kepadanya dan dengan memilih suara oleh-Nya.[4]
Penekanan Rasulullah tentang Urgensi Pendidikan Adâb Rasulullah SAW. menekankan akan penting pendidikan adâb dalam segala aspek kehidupan. terdapat banyak riwayat dari Rasulullah SAW tentang pentingnya mempelajari adâb. Dari Ibnu Mas’ud dia berkata; “Bukankah seorang pendidik kecuali dia senang diberikan adabnya. Dan sesungguhnya adab Allah itu adalah Al-Qur’an.”[5]Artinya, seorang pendidik harus senang hati jika disampaikan firman Allah SWT kepadanya.
Dalam riwayat lain; “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adâb (perilaku) mereka”[6] kata Adab di dalam hadits ini merujuk kepada makna perilaku. Menurut para ulama, cara memperbaiki perilaku anak adalah dengan mengajrkan akhlak yang baik kepada mereka.
Pesan Rasulullah SAW. khususnya kepada orangtua yaitu agar para orangtua mengajarkan dan memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya. Pendidikan terbaik yang dimaksudkan Rasulullah adalah adab. Beliau berpesan; “Tidak ada pemberian orangtua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan dengan adab yang baik.”[7]
Tentang adâb ini, Imam al Ghazali berpandangan bahwa sumber semua adab zahir dan batin adalah Rasulullah SAW. Hal ini karena Rasulullah SAW. senantiasa berdo’a kepada Allah agar diberikan adab yang baik (mahâsin al-adab) dan akhlaq yang mulia (terpuji). Kemudian Allah menurunkan kepada Rasulullah Al-Qur’an dan mendidiknya dengan Al-Qur’an. yang kemudian akhlak beliau seperti al-Qur’an.[8]
Dalam pembahasan lain para ulama, seperti Ibn Al-Mubarak menyatakan; “Jika aku dicerita tentang seseorang, yang memeiliki ilmu generasi terdahulu dan yang akan datang, aku tidak menyesal jika tidak sempat berjumpa dengannya, dan jika aku mendengar ada seorang yang memiliki adâb, kepribadian yang baik, aku akan sangat menyesal jika tidak sempat berjumpa dengannya.”[9]
Dengan adab yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. para ulama kemudian mejabarkan dan mempraktikkan dengan seungguh-sungguh bagaimana pendidikan adab ini teraktualisasi dalam diri dan kehidupan para ulama sehari-hari. Bukankah ini manjadi sangat urgen untuk kemudian kita sebagai generasi Islam kembali mempraktikkannya dalam kehidupan kita, kehidupan keluarga kita, dan kita ajarkan kepada anak-anak kita?
Karenanya, urgensi pendidikan adab ini harus menjadi prioritas kita baik sebagai, orangtua, guru, para cendikia untuk mengajarkan adab dan membimbing genarasi Islam masa depan agar tidak terjerumus kepada kebinasaan adab (su’ul adâb). Jika adab generasi hilang maka tanggung jawab kita sebagai orangtua, para guru dan pendidik yang lalai akan pesan Rasulullah SAW.
Kesimpulan
Dengan melihat urgensi pendidikan adab yang telah di syi’arkan Rasulullah SAW. maka selayaknya kita harus kembali kepada tauladan dan contoh yang telah diberikan Rasulullah kepada kita. Baik pendidikan adâb, dan dengan istilah lainnya yaitu, ta’lim dan tarbiyah harus sama-sam diajarkan dan diamalkan baik dalam institusi pendidikan, keluarga, masyarakat,khususnya pada diri orangtua pribadi dan anggota keluarganya. Agar tercapai orientasi pendidikan yang beradab yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
[1] Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradât: fî gharîbil Qur’ân, Volume 2. 11-13. [2] Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah al-Khulûkiyah, 22-23 [3] Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al- Mufahras Li Alfaz al-Qur‟an al-Karim, 488, 689 [4] Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradât: fî gharîbil Qur’âni, 775-776 [5] HR. al-Darimi dalam kitab Sunan al-Darimi bab keutamaan Orang yang membaca al-Qur’an, No. 3364 [6] HR. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, No. 3671 [7] HR. Ahmad, Musnad Ahmad, No. 15439 [8] Imam Al-Ghazali, Ihyâ Ulumuddîn, Juz III, 442 [9] Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, Al-Ghunyah lî Thâlibî Tharîq al-Haq, 54