Taliwang. Jauh nian kau disana. Adakah kau masih menyimpan pagar-pagar rapuh itu? Bunga liar di pinggir jalan lepas.? Tidak tahan aku melihatnya. Ingin ku petik bunga sepatu di pagar kayu dengan kelopak merahnya menyuntai tangkai. Ohh.. Indahnya. Athar, rindu suasana kampungnya. Ia sudah tidak sabar menahan. Enam tahun di tanah Jawa.
Enam tahun pula alpa mudik bersua keluarga. Berteman santri dari Aceh, Sumatra, Kalimantan, Batak, Jawa, Papua, Malaysia, Thailand dan beberapa teman santri dari pulau Sumbawa. Mereka sekamar, satu regu basket, satu team sepak bola, pramuka dan lain-lain. Dunia pesantren memaksanya belajar mandiri, berpikir mandiri dan berdikari. Semuanya di asrama, tidak boleh pulang-pergi.
Satu jam lagi, Bis Damri pagi jurusan Taliwang mendekati terminal. Senyum simpul tipis di bibir Athar. Matanya berbinar-binar. Wajahnya sumringah berseri-seri. Tapi, mendadak, senyum itu berubah kecut. Athar mengernyit dahi, menyipit matanya. Ia kenal jalan yang dilabrak Bis Damri itu. Jalan yang dulu tidak pernah angkuh diinjak kaki kerbau, sapi dan kotorannya. Jalan yang telah mengajarinya menginjak tanah dan keriki-kerikil kehidupan. Saksi bisu Athar dan teman sebaya, saling lempar tanah lumpur. Mengejar capung merah yang hinggap diujung ranting selepas pulang sekolah.
Athar, masih menyorot liar mencari singgahan. Tapi kini nggak ada pagar kayu rapuh diapit bambu tua di pinggir jalan itu. Tidak ada bunga sepatu kelopak merah. Tak ada pagar kayu berdiri berjejer rapi walau tidak sama tinggi. Tak ada lagi buah pria1 liar menggelantung. Semuanya lenyap entah kemana.
“Athar, lekas petik buah pria di pagar pinggir jalan! Ibu mau bikin urap buat sarapan” Dengan wajah datar Athar mengenang saat masa kecilnya dulu.
“Buah pria pahit Bu”
“Pahit itu obat! Sudah petik saja sana!” sergah Ibunya sedikit memaksa.
“Tapi Athar mau petik jambu batu, papaya, pisang raja saja”
“Patik buah pria dulu di pagar sana! Baru petik yang lain”
“Horee” Athar meloncat-loncat girang.
Kenangan itu tak dapat lekang dari ingatannya. Tetapi semuanya telah berganti, pagar itu raib entah kemana. Hanya tembok kokoh yang berdiri. Tembok kokoh telah mengalahkan pagar rapuh yang berkarat. Tembok itu telah mengusir tanaman pria, jambu batu, papaya dan pisang raja. Tembok itu juga telah mengusir capung lilin dan kupu-kupu kuning-jingga berwarna. Dan mereka takut kembali.
“Maaf mas, sudah sampai terminal Taliwang” Kondektur menegur Athar pelan.
“Oiya… Saya turun di simpang tiga dekat tugu Parang saja”
“Bukannya tadi mas bilang rumahnya dekat terminal” Kondektur menimpal
“Iya mas, tapi saya mau turun simpang tiga tugu parang saja”
“Baik. Tidak apa-apa” Jawab kondektur sambil menjauh.
Athar memperbaiki posisi duduknya. Sepuluh menit lagi ia akan tiba di simpang tiga tugu Parang. Matanya tak berkedip. Sepanjang jalan masih menatap heran. Taka ada lagi pohon kapuk kokoh menjulang. Pohon kapuk putih bunganya di musim gugur. Buah mudanya enak di tumis. Buah yang kering di ambil kapasnya untuk kasur dan bantal. Tapi, lagi-lagi pohon kapuk itu raib entah kemana. Pohon itu tak meninggalkan puntung dan biji satu pun.
“Athar! Athar!” Teriak lelaki sebaya memanggilnya.
Athar merekam wajah lelaki yang memanggilnya. Namun ia masih ragu menatap balik.
“Athar! Sombong kau ya. Ini aku, Raihan. Agus Raihan!”
“Raihan?” Mata Athar terbelalak.
Tak menyangka di depannya adalah Raihan. Sahabat karibnya dulu. Teman bermain di pagar kayu menangkap capung lilin. Enam tahun mereka berpisah. Rasa haru tercurahkan. Mereka saling tersenyum dan tertawa lepas. Sementara tukang ojek lain melihat mereka dengan seribu tanda tanya.
“Jadi kamu ngojek sekarang Han?”
“Iya, Tar. Dua tahun lalu Bapakku meninggal” jawab Raihan datar.
“Innalillahiwainna ilaihi Raaji’un.
“Tapi sudahlah. Aku tidak apa-apa. Sekarang kau mau kemana? Aku siap antar pak Ustad kemana saja”
“Huss, jangan panggil aku ustad. Malu sama orang banyak! Sekarang, ajak aku keliling Taliwang. Sudah lama aku tidak melihat tanah kelahiranku.”
“Baik pak Ustaaad.” Kembali Raihan membalas dengan suara meninggi.
2 comments
Saya suka ceritanya, alur dan pilihan katanya bikin tak bosan bacanya.
Salam. Semoga terhibur dengan konten2 di batuter. Terimakasih sudah mampir. Jangan lp di share ya