Salah satu hal yang sangat penting dan mahal sebagai produk sejarah dan peradaban orang Bima adalah karena mereka memiliki aksara sendiri. Namun Bahasa dan aksara tersebut kini telah hilang. Aksara tersebut disebut dengan Engahie Mantoi. Ketika aku bertanya apakah masih ada orang yang mengetahui beberapa kata dalam Bahasa kuno tersebut? mereka menjawab “tidak ada”.
Namun, di masa lalu ada beberapa orang yang masih mengingat beberapa kata dari bahasa ini. Tetapi naskah atau tulisan-tulisan dalam bahasa ini juga sudah tidak ada lagi. Kini tidak ada lagi penduduk asli yang tahu tentang hal tersebut.
Aku lampirkan salinan aksaranya yang diberikan oleh Bumi Parasi Koe yang merupakan juru tulis Raja Bicara. (seperti dalam gambar, Pen). Di sisi lain Rafles juga pernah memuat salinan aksara kuno Bima tersebut dalam bukunya History of Java.
Jika diperhatikan secara teliti, terdapat perbedaan antara aksara yang aku sajikan dengan aksara yang dimuat Rafles. Tetapi bentuk dasarnya dapat ditemukan di sebagian besar aksara tersebut. Yang berbeda dalam salinan yang dimuat Rafles adalah Pha, Ra, Tha, Ba, Da, Dha, Ka, Rha, Za, dan yang terakhir adalah Da. Sementara Za dalam salinan Rafles merujuk ke Dja di aksara salinanku, atau mungkin seharusnya mewakili Dsa. Da terakhir dalam lampiran Rafles mungkin lebih akurat daripada yang ada dalam salinaku.
Karena dalam di salinanku sepenuhnya konsisten dengan Dha pertama. Oleh karena itu, ia harus menggunakan tanda di bawah No. XXVIIIb, dan bukannya tanda No. XXVIIIa. Di sisi lain, Rafles memiliki tanda yang sama untuk Dja dan Dsa, yang itu menurutku kurang tepat. Dia membuat tanda No. XI dua kali; sementara aku memberi tanda No. XXVI yang itu lebih tepat.
Dengan demikian, seluruh aksara memiliki sistem bunyi sebagai berikut: : a, ha, wa, ja, ra, rha, la, sa, ma, na, nga, nja, ga, gha, ka, kha, ba, bha, nba, pa, pha, fa, da, dha, nda, ndha, dsa, dja, ta, tha, tja, tscha.
Tanda No. I sebelum huruf berarti berbunyi e yang jelas dan tajam. Tanda No. II di belakang huruf menunjukkan bunyi o dan ò. Tanda No. III di atas huruf menunjukkan bunyi i. Tanda No. IV atau No. III di bawah huruf menunjukkan bunyi oe.
Keempat karakter itu juga ditemukan dalam aksara Makassar. Tetapi dalam aksara Bima kuno tidak memiliki aksara yang ditempatkan di atas huruf dan menunjukkan bunyi êng. Yang mirip antara Makasar dan Bima adalah adanya system bunyi nga, nja, nba, nda, dan ndha. Sementara aksara Makasar memiliki perbedaan yaitu di bunyi nga, ngka, nra, nja dan ntja.
Bahwa sebuah aksara muncul dari pergulatan waktu yang sangat lama yang lalu digunakan dalam waktu yang panjang pula. Namun ketika hari ini Bahasa dan aksara itu tiba-tiba hilang, aka hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat misteri.
Tidak ada dalam catatan sejarah penjelasan tentang hilangnya Bahasa dan aksara tersebut. Penjelasan irasional tentu tidak dapat diterima. Jadi bahasa dan tulisan apa sebenarnya itu? Mungkinkah bahasa dan aksara Polinesia yang hilang, atau salah satu anak Bahasa Polinesia? Pertanyan-pertanyaan tersebut membutuhkan studi mendalam dan lama untuk bisa dijawab. Aku tidak punya cukup waktu melakukan hal tersebut untuk melahirkan temuan yang akurat.
Untuk Bahasa Bima yang digunakan hari ini, sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Bahasa Bima lebih dekat dengan bahasa ibu di Timur. Bahasa Bima lebih sedikit kesamaan dengan Bahasa Melayu dibandingkan dengan bahasa Sumbawa dan Sasak yang banyak persamaan dengan Bahasa Melayu.
Dari sudut pandang fonetik, yang unik dari Bahasa Bima adalah karena Bahasa Bima selain memiliki sistem bunyi ben k, juga memiliki bunyi f, misalnya afi, bukan api. Yang lebih luar biasa lagi adalah kekhasan Bahasa Bima dalam menggabungkan huruf vokal tanpa penyisipan huruf konsonan. Inilah karakteristik khas Bahasa Bima yang menunjukkan kekerabatannya dengan Bahasa-bahasa di timur hingga kepulauan laut selatan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, aku tunjukkan bagaimana bahasa Bima memiliki tiga bunyi yang berbeda, dari e dan diftong a dan o , yaitu ò dan oh. Berikut penggabungan yang ditemukan: ao dalam kata kao, sama dengan ketika menyebut kata krabben dalam Bahasa Belanda. Αò dalam kata na-ò, sama dengan penyebutan kata trouw di Bahasa Belanda.
Aau dalam kata wa- au, seperti menyebut waarom. а ое dalam kata da-oe seperti mengucap kata indigo. ee dalam kata nè-è seperti pengucapan kata willen. ei dalam kata èï seperti di kata slaperig zijn. е ое dalam kata е-ое seperti di kata baden. io dalam kata tio. Ia dalam kata ia seperti di schelden. iï dalam kata triï seperti di kata urine. і оe dalam kata iha ïoe (flaauw vallen). oa dalam kata meloa seperti di kata verstandig. oi dalam kata oi niwa seperti di kata dierbaar. ò ò dalam kata ò ò seperti di kata bamboes. ò ое dalam kata do-oe seperti di kata mensch. ое-а dalam kata phaboe-a seperti di kata mocten. ое-ое dalam kata roe-oe seperti di kata voordeel.
Hampir tidak ada kata yang tidak menggabungkan huruf vokal, bahkan ada yang gabungan tiga huruf vokal, seperti di: ka- oe-a untuk vokalnya. Jadi Bahasa Bima cenderung tidak hanya menghilangkan vokal akhir, tapi juga vokal tengah. Misalnya ta-ä yang di huruf Lontara mMakasar disebut tal-la. Dengan demikian ka-oe-a dapat ditelusuri ke Bahasa Melayu oerat, sama seperti oe-a di Kepulauan Sandwich dapat dirujuk ke kata oedjan (hujan). Dengan cara yang sama, ai (hari) dapat dikembalikan ke hari. Aku bisa memberikan ratusan contoh terkait hal tersebut.
Di bab akhir aku telah membuat daftar kata dalam Bahasa Bima dan perbandingannya dengan Bahasa-bahasa lain di Pulau Sumbawa untuk melihat tingkat kekerabatannya. Setelah aksara kuno hilang, saat ini Bahasa Bima tidak memiliki aksara sendiri. Dan tidak ada naskah apapun yang bertuliskan aksara Bima.
Semua naskah yang ada di Bima hari ini bertuliskan aksara Makasar dan huruf jawi (Melayu Arab). Jadi, orang Bima tidak memiliki literatur sendiri. Beberapa cerita sejarah, misalnya sejarah Indra Djamroet, ditulis dalam bahasa Melayu aksara Arab. Satu-satunya jejak ditemukan dalam Pantun, yang dinyanyikan dalam bahasa Bima. Aku tampilkan contohnya untuk melihat sistem bunyi dalam Bahasa Bima.
Nahoekoe maroe sandini nifi Nahoekoe bola wali woe-a samada. Pahoe di gomie Da loa koe nefa.
Saat ini orang di Bima menulis menggunakan tinta di atas kertas. Sementara dahulu mereka menulis dengan pisau kecil yang tajam di atas daun lontar.
Wallahu’lam bish shawaab
1 comment
[…] Sumber : https://batuter.com/sastra/bahasa-dan-sastra-kerajaan-bima-tahun-1947-catatan-h-zollinger/ […]