Sastra

Hakekat “Kritik” dalam Sastra Indonesia

Prolog
Sebelum menganalisa dan mengkaji tentang sastra, terlebih dahulu akan disinggung secara sederhana tentang perkembangan dunia sastra di Indonesia. Selanjutnya, akan dijelaskan definisi terang dari kritik sastra dan beberapa penjelasan terkait dunia sastra dari sudut pandang penulis. Kenapa hal ini dilakukan? Sebab penulis mengamati dunia sastra begitu luas, tidak cukup dengan mencerna namun yang paling penting adalah “mengunyah” setiap sisi renyah dan lempemnya.

Dalam bukunya, Sastra dan Ilmu Sastra, A. Teeuw menerangkan makna dari kata sastra. Sastra dalam bahasa Indonesia menurut Teeuw, berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata hs– dalam kata kerja turunan bermakna mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran–tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Adapun kata susastra, menurut hasil kajian Teeuw, tidak terdapat dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno. Jadi Susatra adalah kreasi dan ciptaan Jawa dan Melayu yang kemudian timbul.1

Terlepas dari sekilas makna sastra dan susastra diatas, sebagai perpanjangan dari sastrawan maupun seniman, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) [https://dkj.or.id/] komite balai sutradara sastra dan seni Indonesia dengan berbagai agendanya telah banyak membuka cakrawala pengetahuan sastra di tengah masyarakat. Event atau sayembara seperti kritik, menulis naskah, manuskrip, novel, teater hingga sesuatu yang berbau sastra terus digalakkan.

Salut dengan kerja keras DKJ. Semangat, komitmen membangun minat dan menyebar manfaat untuk kemajuan sastra Indonesia. Hal ini penting dilakukan, sebagai sarana edukasi terhadap masyarakat khususnya dalam dunia sastra yang masih butuh kegiatan yang bersifat edukasi. Karenanya, dunia sastra dan seni entah wadah apresiasi dan kritisi tidak boleh stagnan pada titik itu, perlu mendapat dukungan dari semua kalangan pegiat sastra dan seni.

Dunia Sastra dan Peran Media
Dunia sastra Indonesia begitu beragam dan terus melakukan transformasi bahasa. Hal ini di tunjukkan dengan berkembangnya bidang kajian sastra dalam lingkup akademis maupun umum. Salah satu buku karya Ahmad Badrun dengan judul “Dasar-Dasar Psikologi Sastra” Buku ini disusun sebagai materi matakuliah Psikologi Sastra. Psikologi Sastra adalah salah satu cabang dalam kritik sastra.2 Lebih lanjut dijelaskan bahwa mahasiswa harus terlebih dahulu lulus matakuliah Teori Sastra, Sejarah Sastra dan Kritik Sastra.3

Secara garis besar, dunia sastra Indonesia tidak pernah redup dari sorotan publikasi karena setiap dekade sastrawan-sastrawan baru terus bermunculan. Dengan berbagai latar dan bidang sastra yang digeluti. Sebut saja dunia novel, cerpen, puisi, dan sebagainya. Bagitu banyak para pembaharu sastra yang dapat menyuarakan sebuah harapan besar malalui karya mereka yang fenomenal.

Pesan yang disampaikan melalui novel, cerpen, puisi dan tulisan lain sangat jelas dan menggugah pembaca untuk mengambil sikap, serta mencerna dengan hati dan pikiran mereka tentang pesan yang disampaikan . Sehingga dari pesan yang mereka baca melahirkan sebuah sosuli nyata untuk dipraktikkan dalam dunia tindakan.

Sebenarnya, nilai peran dari kritik sastra yang dimaksudkan, yaitu mempromosikan karya sastra baik itu di media sosial ataupun dunia nyata. Sebagai contoh, Novel Laskar Pelangi dihargai sebagai salah satu karya terlaris dan mendunia berkat jasa para kritikus sastra dan media massa 4. Media massa, media sosial, film dan bedah buku dapat menaikkan popularitas karya sastra. Peran daripada kritikus-kritikus sastra dan media ternyata menghasilkan nilai sastra yang tinggi bukan hanya diapresiasi di tatanan lokal namun juga menjadi buruan di negara-negara lain.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kritik berarti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya.5 Sementara sastra 1.) Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Setelah melihat arti dari kedua kata kritik dan sastra di atas, dapat di definisikan bahwa kritik sastra merupakan sebuah pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya bahasa yang di pakai dalam kitab-kitab.

Dalam definisi lain, menurut Rachmat Djoko Pradopo (1997) dalam buku “Prinsip-prinsip Kritik Sastra” mendefinisikan bahwa kritik satra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra.6 Sedangkan menurut Rosina Rysova, Kritik sastra adalah bidang diskusi sastra yang melalaui ulasan dan teks-teks lain bertujuan untuk menginterpretasikan, mengevaluasi dan mengklarifikasi karya sastra.7

Setelah membaca definisi tentang kritik sastra diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sastra adalah menghargai karya milik orang lain dengan cara mengevaluasi, isi dari sastra tersebut. Bukan sebaliknya, yaitu bertujuan menjatuhkan karya sastra yang dikritisi. Bukan juga membiarkan karya sastra itu dibanjiri pujian selangit yang akan menghilangkan nilai dari sebuah karya sastra. Tujuan dari kritik sastra untuk membedakan dalam karya sastra tentang nilai aktual dari yang tidak nyata, dan menialai serta mengaevaluasi nilai kualitas karya sastra.

Secara bahasa, kritik sastra sangat rentan menjadi kesalahpahaman tentang definisi, tanpa mengkaji lebih dalam tentang arti dari kritik sastra maka orang akan salah memahami makna sebenarnya dari kritik sastra. Oleh karenanya, Penulis sangat menghindari kesalah pahaman tentang definisi dari kritik sastra maupun sastra itu sendiri. Sekilas, mungkin inilah yang menjadi istilah yang salah tentang sastra dan harus diluruskan. Istilah khusus sastra merupakan bagian dari kajian sastra.

Epilog
Gejala sastra yang tampak dalam pengamatan pakar sastra, seringkali menuntuut perlunya istilah khusus yang berfungsi menjelaskan gejala kesasteraan yang berlaku dalam berbagai periode kesejarahan sastra. Tradisi kritik sastra seringkali menghasilkan istilah khusus sastra. Dapatlah dipahami, jika dalam jagat sastra Indonesia tradisi kritik sastra itu belum memperlihatkan kegairahan hidup kritik sastra.

Beberapa pihak mengakui kurang berkembangnya kritik sastra sehingga istilah khusus sastra pun tampak amat terbatas kemunculannya.8 Artinya, dunia sastra Indonesia harus berbenah dalam menemukan istilah yang baku tentang kesasteraan agar tidak menimbulkan kesalahan interpretasi makna.

Referensi

  1. A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Bandung: Pustaka Jaya, 2015), cet. 5, hal. 20
  2. Ahmad Badrun, Dasar-Dasar Psikologi Sastra. (Mataram: Mataram University Press, 2005), hal. V
  3. Artikel Oleh; Suroso, Kritik Sastra Pintu yang Terbuka: Memelihara Warisan Sastra Indonesia, (Yogyakarta, 2015), hal. 3.
  4. ibid,
  5. Kamus Besar Bahasa Indonesia off line Versi 1.5.1
  6. Kritik sastra – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm. diakses (11 Juni 2017)
  7. Artikel Oleh; Suroso, Kritik Sastra Pintu yang Terbuka: Memelihara Warisan Sastra Indonesia, (Yogyakarta, 2015), hal. 6
  8. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, ENSIKLOPEDIA SASTRA INDONESIA MODERN, (Bandung,  ROSDA KARYA, 2003), hal. vii-viii.

Related posts

Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Memoar Bagian Satu

Sofian Hadi

Jempang Mendoak

Sofian Hadi

Resensi Buku Jalan Nabi 1: Mengungkap Tabir Zaman Keemasan

Sofian Hadi

Resensi buku “AYAH… Kisah Buya Hamka”

Sofian Hadi

Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Memoar Bagian Dua

Sofian Hadi

Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Revolusi. Bagian Tiga Selesai

Sofian Hadi

Leave a Comment

error: Content is protected !!