CerpenEmbun Pagi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Tiga)

Tanpa kami sadari, matahari telah jauh merangkak meninggalkan sarangnya yang berwarna kemerah-merahan, sarang yang indah dipagi hari di ufuk Timur bumi. Tempat semula dia menampakkan dirinya. Kurang lebih setengah perjalanan di tempuh untuk sampai ke pusat sinar kekuatannya. Energy sinar yang di pancarkan mulai terasa hangat. Kalau sinarnya pada saat itu hinggap di tubuh manusia, maka akan menjadi energy positif yang memberikan supply kepada tubuh, sebagai tanda itu adalah obat dan penawar Gratis yang di kirim Allah kepada manusia. 

Sebuah tanda dan isyarat yang tidak TERBACA.!

Sebagai santri Rabbani. Bukannya kami tidak ingin merasakan energy positif itu. Justru sebaliknya kami dengan berani menantang sinar sang surya itu ketika dia tepat di pusat kekuatannya. Menantang sinar sang surya itu tidaklah mudah. Namun bagi kami itu sudah menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang di wariskan oleh kakak kelas kami, pengurus kamar, pengurus organisasi, guru-guru dan para ustad-ustad kami. Kebiasaan itulah yang membuat kami sekarang menjadi manusia-manusia hebat. Manusia-manusia kuat. Manusia-manusia yang ANTI cengeng. Manusia-manusia yang kebal oleh hukuman apapun. Bagi kami semua hukuman itu adalah makanan dan hidangan nikmat,lezat untuk di santap. Karena kebiasaan itulah, kami menjadi santri-santri yang siap berjuang Fisabilillah.

“Man laa Yasta’mil Qolansuah, Sajadah, Hizham, Lawhatul ism? Qiyaman amamal Munaazhom!!”. Tiba-tiba kalimat tanya dalam bahasa arab itu keluar dari Kakak pengurus kami. Kata-kata itu keluar biasanya setelah shalat Zuhur. Dan di ucapakan oleh bagian Penegak disiplin sebagai langkah mencegah terjadinya pelanggaran disiplin Siaga Dua. Dengan seragam Akherat yang lengkap, Kopiah, Sajadah, Papan nama dan Ikat pinggang biasanya bagian disiplin itu lagsung berdiri di Shaff depan persis di Mihrab tempat Imam memimpin shalat. 

Saat itulah bagi kami santri-santri yang merasa tidak memakai seragam akherat langsung berdiri, dan menuju tempat dimana sinar sang surya yang dalam kekuatan penuh serta tidak terhalang oleh apapun, siap menguji kami. Dengan cepat kami membentuk barisan shaff yang lurus, di bawah terik sang surya yang seolah-olah tersenyum menyambut kami. “Rasakan kekuatan sinarku”. Matahari itu berkata.! 

“Waahid”!

“Isnaani”!!

“Tsalaatsah”!!!.

Ketika mendengar perintah itu, dengan otomatis kami mengambil posisi, kedua tangan bertumpu di tanah, dengan anggota badan lurus ke belakang bertumpu di ujung kaki. Istilah ini disebut dengan Military Style. Mirip gayanya Salman Khan dalam film Bodyguard yang push-up dengan satu tangan saja. Doesn’t make sense!!

“Besok sebelum shalat Zuhur semua perlengkapan akherat kalian wajib dipakai, kalau besok setelah Zuhur masih ada yang belum lengkap maka i’qobnya akan ana ganti dengan Spiderman push-ups style, bukan gaya Pike push-ups lagi, Fahimtuum!!”. Kembali suara bagian disiplin itu memekik telinga.

“Fahimnaaaaa!”. Dengan kompak kami menjawab. Dalam hati kami berkata, Bagian disiplin itu ternyata mengahfal gaya-gaya push-up, kami jadi curiga bisa jadi dia adalah korban praktek para pendahaulunya. Wkwkwkwk. Ungkapan yang sangat rahasia.

“Arba”

“Khomsah”

“Sittah”

“Sab’ah”

Dan ternyata hitungan itu masih di lanjutkan. Kami semua benar-benar menjadi spiderman di siang bolong itu. Sangat Mengerikan!!??..

Tobe continued.. 

Related posts

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Dua)

Sofian Hadi

Cerpen: Memoar Rindu Santri. Bag satu

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Delapan)

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Tujuh)

Sofian Hadi

Cahaya di Balik Musibah

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Lima)

Sofian Hadi

Leave a Comment

error: Content is protected !!