Sastra

Nenek dan Sebatang Cerutu

Banyak kisah. Banyak ibrah. Banyak tutur pengalaman yang dipetik saat kita melakukan suatu perjalanan. Tersingkap tabir baru sebagai penghibur atau tabir peluh bila gundah membentur. Begitulah selaksa episode hidup manusia. Tidak bisa ditawar. Tak bisa dihindar.

Selaksa kisah berantai di bawah ini, sebagai gambaran kepingan hidup sebagian orang yang penuh drama dalam selaksa peristiwa. Semuanya bermula diatas samudera kapal laut paruh baya ketika mengarungi selat Alas dari Kayangan melaju Poto Tano. Berikut kisahnya.

Lelaki dengan topi putih duduk menyamping di sebelahku. Sambil menyulut rokok U-Mild yang baru saja dibeli dari pengasong yang lalu-lalang. Khidmat sekali ia mengisap rokoknya. Asap mengepul. Bergumpal-gumpal. Keluar-masuk hidung tersedot hilang di tenggorokan dan tiba-tiba keluar lagi dari lubang hidungnya.

Berkali-kali ia praktikkan. Terasa seperti masalah di dunia ini larut dalam sebatang rokok yang tiba-tiba saja tinggal puntung dilucut dalam asbak besi. Dibiarkan puntung yang masih menyisakan asap. Paras wajahnya kembali datar. Entah apa yang dipikirkan. Getir dan sembrawut.

Tetapi, yang unik dalam amatanku, bukan lelaki dengan topi putih yang duduk menyamping itu. Melainkan, seorang nenek berbalut seledang kusut dengan kerudung cokelat bunga-bunga kecil yang mulai pudar. Nenek itu duduk tepat di depan lelaki topi putih tadi. Selang beberapa saat, si nenek itu meraba kantong bajunya, aku kira si nenek akan mengambil cemilan atau permen.

Di luar dugaanku, sebungkus rokok gudang garam filter diraihnya. Tanpa basa-basi, si nenek langsung saja menyulut sebatang rokok filternya sembari menyeruput kopi yang baru saja di pesan di kantin kapal. Kopi dengan gelas plastik putih bintik cokelat itu masih terkepul-kepul asap. Lebih khidmat si nenek ini ketimbang lelaki dengan topi putih tadi.

Aku terus saja mengamati si nenek dan lelaki bertopi putih itu. Dalam sekejap, mereka tiba-tiba asik bercengkrama bersama asap yang sesekali menyapu wajah masing-masing. Mereka serasa akrab. Asap itu juga sesekali tersembur ke muka ku. Sempat aku tergoda, namun urung. Urung ikut bercengkrama dengan mereka.

Tiba-tiba amatanku pudar. Sosok lelaki hitam pandek mendekat, lalu duduk tanpa permisi di dekat lelaki bertopi putih tadi. Sambil basa-basi ia berujar “Maaf mas, saya ngerokok ya” serunya sopan. Sambil menawarkan sebungkus rokok kepadaku.

Aku melepar senyum. Tawaran lelaki pendek hitam itu cukup menggiurkan. Apalagi rokok yang disulut itu Marlboro merah. Aku terka, ia ingin menunjukkan padaku kalau sekarang dia adalah boss besar. Sibuk aku cermati gerak-geriknya. Seperti mencari janda hilang. Ahhh..Laki ini modus saja. Gumamku.

Masih banyak cerita di kapal ini. Dan tidak akan pernah habis. Pengasong yang jatuh kacang rebusnya. Pengamen udik yang nyanyikan lagu Peterpan. Keluarga dan anaknya bercengkrama mesra. Suara tukar-cerita dua lelaki yang baru saja bersua, termasuk remaja yang sibuk dengan jarinya di layar HP.

Kapal masih bergerak menerjang gelombang. Sudah dua jam kapal meninggalkan tanjung. Nampak penumpang mulai kalah oleh lelah. Mereka beringsut mencari posisi nyaman melepas penat. Tak terkecuali sang nenek dan lelaki dengan topi putih. Mereka telah hilang dari tempat duduknya semula. Mungkinkah mereka pergi melepas penat, rehat dari hiruk pikuk penumpang. Atau kembali mencari tempat menyulut rokok dan kembali bercengkrama? Entahlah. Aku tak peduli.

Angin teduh. Ombak timbul-tenggelam. Mercusuar Kayangan mulai hilang di pelupuk mata. Awan cerah, walau kabut masih enggan hengkang. Matahari hangat menyinari. “Semoga lekas sampai tujuan” Aku terka Matahari berbisik lewat sinarnya. Masih campur aduk rasa ini.

Setelah aku turun di bibir dermaga. Tidak sengaja aku mendongak kepala ke atas kapal. Nampak, dua sosok bayangan yang tidak asing di mataku. Ternyata mereka sedang asik menyambung percakapan yang tadi belum usai. Lelaki topi putih dan si nenek. Sepertinya mereka akan kembali lagi ke kayangan. Walau, si nenek akan turun sebentar untuk membeli cerutunya.

Apababila nanti aku bertemu si nenek lagi . Akan aku bakar cerutunya!

Related posts

Kesatria! Buang Wajah-Wajah Kusutmu

Sofian Hadi

Jempang Mendoak

Sofian Hadi

Buku “Hunian Ternyaman” dalam Selayang Pandang

Sofian Hadi

Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Revolusi. Bagian Tiga Selesai

Sofian Hadi

Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Memoar Bagian Satu

Sofian Hadi

Mengenal Teori Grafologi dalam Literasi Menulis

Sofian Hadi

Leave a Comment

error: Content is protected !!