Ilmu

Menuju Kesempurnaan Ibadah Bagian Empat

Setelah mengetahui dan mengenal siapa yang harus di sembah, pada pembahasan sebelumnya yang menjadi pokok-pangkal ilmu, alasan berikutnya adalah mengetahui kewajiban-kewajiban syar’i yang telah diperintahkan dan wajib dilaksanakan dengan semestinya. Yaitu mengetahui larangan yang harus ditinggalkan.

Al-Ghazali mengingatkan, apabila tindakan kedua ini diabaikan, lantas bagaimana engkau akan melaksanakan berbagai bentuk ketaatan? Sementara, engkau tidak mengetahui apa itu ketaatan? Bagaimana bentuknya dan bagaimana tata cara melaksanakannya?

Sebaliknya pula, bagaimana mungkin menghindari kemaksiatan, sementara engkau tidak mengetahui bahwa suatu amalan adalah sebuah kemaksiatan? Maka soalannya adalah; engkau perlu mengetahui apa itu maksiat? Sehingga engkau tidak terjerumus ke dalamnya.

Karenanya, menurut al-Ghazali, ibadah syar’i layaknya bersuci (thaharah), shalat, puasa, dan lainnya, harus diketahui hukum-hukum dan syarat-syaratnya agar bisa mengerjakannya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk menghindar kelalaian.

Sebab, boleh jadi engkau mengerjakan sesuatu ibadah; (shalat, puasa, bersuci) namun engkau tidak melaksanakan hukum-hukumnya, bisa jadi akan merusak ibadah tersebut, sementara engkau tidak pernah menyadarinya. Dan ini sangat berbahaya.

Contoh lain, jika terjadi musykil (masalah) dan tidak ada orang yang dapat diminta pendapat, sementara hal tersebut tidak pernah engkau pelajari. Di sinilah letak inti dari mempelajari hal (sesuatu) dalam keiatannya dengan hukum-hukum syari’at.

Selanjutnya, al-Ghazali mempertegas, bahwa urusan ibadah lahiriah ini berputar pada poros ibadah-ibadah batiniah yang bentuknya berupa aktivitas hati yang wajib diketahui. Seperti, tawakkal, berserah diri, ridha, sabar, taubat, ikhlas, dan sebagaianya.

Mengetahui jenis larangan yang menjadi paradoks (kebalikannya) dari ibadah batiniah juga perlu dipelajari dan diketahui. Contohnya; marah, suka berangan-angan, riya (pamer) ujub dan sombong. Hal tersebut penting diketahui agar supaya bisa menghindarinya.

Pada dasarnya, kewajiban-kewajiban tersebut sudah tertuang dalam nash al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. baik dalam bentuk perintah-perintah dan larangan-larangan.

“Dan bertkwalah kepada Allah, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (Qs. Al-Maidah [5] ayat 23)

“Dan bersyukurlah kepada Allah, Jika kamu benak-benar kepadanya kamu menyembah(Qs. Al-Baqarah [2] ayat 172).

“Bersabarlah, dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah” (Qs. An-Nahl [16] ayat 127)

“Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan” (Qs. Al-Muzammil [73] ayat 8). Maksudnya adalah ikhlaslah beribadah kepada Allah dengan sebenar-benar iklhas.

Dan masih banyak ayat lain yang serupa, sebagaimana Allah telah menurunkan teks-teks syariat yang berisi tentang perintah shalat dan puasa. Bahkan, engkau justru melalaikan perkara-perkara batiniah yang fardhu bahkan tidak mengetahuinya.

Tertipulah engkau! Engkau benar-benar tertipu oleh fatwa seseorang yang pandangannya telah terpengaruh oleh gemerlap dunia! Sehingga dia berani menjadikan perkara yang makruf, dipandang sebagai sesuatu yang mungkar, sedang perkara mungkar dipandang sebagai sesuatu yang makruf!

Ingatlah! Barang siapa yang meremehkan ilmu-ilmu yang tercantum di dalam al-Qur’an, sedangkan Allah telah memuliakan ilmu-ilmu tersebut dengan sebutan Nûr (cahaya), hikmah (kebijaksanaan) dan huda (petunjuk). Niscaya, orang-orang itu akan terjerumus ke dalam hal-hal yang haram dan akhirnya akan menuai kehancuran!

Pembahasan berikutnya berlanjut di bagian empat….

Related posts

Tradisi Keilmuan dalam Islam [2] selesai

Sofian Hadi

Harmoni: Antara Ilmu dan Zikir

Sofian Hadi

Menuju Kesempurnaan Ibadah

Sofian Hadi

Harga Sebuah Keyakinan (Telisik Kemenangan Khabib Nurmagomedov)

Sofian Hadi

Menuju Kesempurnaan Ibadah Bagian dua

Sofian Hadi

Tradisi Keilmuan dalam Islam [1]

Sofian Hadi

Leave a Comment

error: Content is protected !!