Sudah lama saya bermaksud menyalin kisah ini dan berbagi perasaan dengan para pembaca. Akan tetapi menui penundaan. Alasannya sederhana namun sangat menyayat hati, secara pribadi saya tidak kuat ‘membaca’ ulang ulasan tragedi yang telah menimpa saudara-saudara Muslim saya di Miyanmar pada tahun 2017 lalu dan mungkin penderitaan itu masih dirasakan hingga hari ini di tahun 2020. Apa yang mereka derita merupakan derita saya, derita pembaca dan derita kita semua umat Islam. Sampai akhirnya, saya menguatkan diri untuk membaca ulang kisah yang memilukan ini.
Setelah membaca banyak protes di medsos tentang kekejian dan kebiadaban manusia-manusia yang a-moral itu, hati saya tergerak untuk mengutuk dan melaknat para pelaku bejat pembantaian terhadap warga Muslim Rohingya di bloog pribadi. Dengan harapan, tulisan ini akan mewakili rasa muak dan ‘jijik’ saya melihat kelakuan ‘manusia’ yang berkepala binatang. Manusia berhati iblis. Siapa lagi kalau bukan aparat pemerintah Myanmar, poliTIKUS perempuan yang bernama Aung San Suu Kyi, Para biksu dan semua aparat yang terlibat di dalam pembantaian umat Islam itu.
Sebelum menulis penjang lebar tentang kebengisan mereka, Saya ingin bertanya kepada para pembaca. Jika anda sudah berkeluarga, lantas Allah memberikan titipan-Nya seorang bayi mungil yang masih berumur 2 atau 3 tahun, kemudian bayi mungil itu diganggu oleh seekor anjing. Seketika, anjing itu tiba-tiba mengejar anak mungil itu karena ingin merebut jajan di tangan si kecil.
Pertanyaannya, bagaimanakah reaksi anda sebagai orang tua, ketika melihat apa yang dilakukan anjing terhadap anak anda? Saya yakin anda akan mengejar anjing itu ingin memukulinya dengan kayu, atau mungkin melemparnya dengan batu. Dan Saya yakin, kalau ada orang lain yang melihat kejadian itu, maka orang itu juga akan mengejar anjing itu dan melemparnya, disebabkan hatinya sebagai manusia tidak ingin anak kecil itu diganggu oleh binatang najis tersebut.
Untuk lebih memahami analogi kisah bayi mungil dan anjing diatas, saya akan mengajak nalar dan hati pembaca, untuk merenungi dengan seksama mengenai peristiwa tragedi pembantaian warga Muslim yang akan membuat binatang yang tidak punya akal pun akan menitikan air mata ketika melihat tirani tersebut. Jangankan manusia, binatang yang tidak bisa bernalar pun akan berang jika melihat kelakuan manusia yang meminjam kelakuan binatang, dan mereka bangga dengan kelakuan bejat itu.
Sekitar akhir Agustus 2017 selepas mendirikan shalat subuh berjama’ah di Masjid kampus Unida Gontor. Saya melangkah pulang ke asrama yang berjarak kurang-lebih 400 meter. Setelah sampai di asrama saya iseng meraih handphone sekadar ingin melihat informasi di media sosial. Tanpa sengaja di akun Facebook saya melihat sekilas sebuah adengan video yang berdurasi kurang lebih1 menit, dalam video itu nampak seorang wanita yang diikat kedua tangannya kebelakang punggungnya oleh dua laki-laki berbaju loreng (tentara), wanita itu dibiarkan tersungkur diatas tanah dengan baju yang hampir lepas dari badannya.
Ia terlihat mengerang kesakitan, berharap belas kasih kepada gerombolan lelaki berbaju loreng itu. Tangis ibanya pecah berserak-serak. Namun para gerombolan berbaju loreng itu sebaliknya memandang dengan wajah iblis. Tak terlihat belas kasih di wajah lelaki bengis berseragam loreng itu. Usut punya usut, ternyata mereka sedang menyiksa wanita itu tanpa ampun.
Saya tidak kuat melanjutkan tontonan video yang biadab itu, karena naluri manusia, pasti menolak sesuatu perbuatan/tindakan yang dinisbatkan kepada kelakuan Binatang. Apa yang saya lihat sekilas di video tersebut merupakan perbuatan binatang, bukan perbuatan manusia. Saya menghela napas panjang. Menariknya keluar-masuk beberapa kali. Karena tidak tahan melihat video tersebut saya mencoba melewatinya.
Mata saya menerawang membayangkan kelanjutan kelakuan manusia biadab itu sambil terus ber-istigfar dalam hati. Mata sudah memerah, berkaca-kaca menahan dendam amarah dan sumpah serapah. Walau terasa berat ingin melanjutkan adengan keji itu, degub jantung mulai tidak teratur, jari tangan bergetar keras. Tapi akhirnya, kembali saya meneruskan melihat adengan keji pada video itu sambil menahan dendan dan tangan terkepal.
Tanpa di duga, di luar batas kewajaran sebagai manusia ternyata kelakuan dua tentara bangis berbaju loreng terhadap perempuan itu semakin tidak masuk akal, kaki perempuan yang tangannya terikat itu ditebas dengan sebilah parang. Kaki perempuan itu tidak langsung putus, namun terkoyak-koyak daging dan nampak tulangnya masih bergelantungan. ‘astagfirullah’.
Perempuan itu merintih tak berdaya. Sungguh Biadab! Belum puas sampai disitu, kembali salah seorang berbaju loreng itu mengambil parang lagi dan memotong tangannya yang diikat ke belakang punggungnya. Padahal perempuan itu masih hidup, dia semakin mengerang kesakitan, dia meronta-ronta sekuat yang dia bisa, berteriak menahan pedih, hingga tidak terdengar lagi suara dari kerongkongan dan mulutnya. Na’uzubillah,
Belum berakhir disitu, sesaat kemudian, dua lelaki bengis berseragam loreng itu kembali melanjutkan kelakuan binatangnya dengan menarik kepala perempuan itu sambil meletakkan parang dileher perempuan tidak berdaya itu. Selesai sudah adengan biadab tersebut. Dan Innalilahi wainna Ilaihi raajiun. Perempuan itu akhirnya meregang nyawa. Lelaki berbaju loreng itu tanpa ampun mengakhiri hidup perempuan dengan tangan masih terikat erat.
Saya tidak ingin menceritakan lebih detail bagaimana lelaki tengik mengakhiri hidup perempuan yang tidak berdaya itu. Tantunya para pembaca dapat membayangkan apa yang akan dilakukannya ketika sebuah parang sudah melekat di leher perempuan itu. Nu’uzubillah Setelah saya mengamati judul video itu saya membaca;
“Inilah kelakuan aparat Miyanmar terhadap Muslim Rohingya” hati saya tiba-tiba berdegup kencang, tangan mengepal keras, mata Saya bertambah merah dan kepala tiba-tiba panas. Bibir saya bergetar hebat. Sebiadab itukah kelakuan manusia yang diciptakan dengan diberikan akal dan hati? Sekeji itukah kelakuan manusia yang tidak punya nurani dan rasa iba kepada manusia lainnya?
Tragedi selanjutnya, jika pembaca mempunyai paket data atau mendadak mendapat wifi gratis dari warnet maka, dengan mudah anda log-in ke facebook atau membuka Youtube dan menulis di google “tragedy rohingya” dengan mudah anda akan menemukan video-video bagaimana Biksu jongos itu memperlakukan Muslim dengan cara-cara sadis, menyiksa, membakar, mengikat, dan menganiaya anak-anak kecil dan ibunya yang tidak berdaya. Hal yang sangat memilukan dan yang membuat mata siapapun lembab adalah ketika ada seorang bayi mungil yang berusia sekitar 2.5 tahun lehernya diikat dengan tali, kemudian ditarik oleh para biksu jongos itu.
Masih berlanjut, tragedi lain yang akan menyiksa perasaan anda adalah, nampak anak kecil yang kira-kira berumur 2 tahun lebih, dia sedang membangunkan mayat ibunya yang sudah mati. Saya melihat anak mungil itu menangis sambil memeluk dan menggerakkan tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa. Anak kecil tanpa dosa itu mungkin tidak dapat tahu apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, ketika dia menagis dan mendekap ibunya yang tidak bernyawa itu, hati dan indera kecilnya meronta-ronta dan berteriak meminta tolong kepada orang-orang yang berlari lalu-lalang disekitarnya.
Jika para pembaca ingin merasakan penderitaan anak-anak tanpa dosa itu berteriak, menangis sambil membangunkan ibunya yang sudah mati, cobalah bayangkan anda sedang menjadi bapak, ibu, kakak, atau saudara dari anak mungil itu. Maka anda akan merasakan betapa sesak dan sakitnya hati sebagai orangtua, bapak, ibu, atau saudaranya. Sungguh ini sebuah tragedi kemanusiaan yang a-moral dan layaknya dijuluki sebagai kelakuan Iblis la’natullah.
Hal ini juga digambarkan di dalam Al-Qur’an tentang bagaimana Allah menciptakan manusia dengan hati tapi hatinya tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah mereka itu layaknya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi (Qs Al-A’raf :179).
Dan di surat Al-Furqan ayat 43-44 juga dijelaskan bagaimana “Mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai tuhannya, mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, dan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” Lebih lanjut lagi, Allah menyebutkan “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk disisi Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka itu tidak beriman” (Qs. Al-Anfal: 55).
Mungkin ada tepatnya istilah yang dikemukakan oleh Plautus tahun 945 yang di adopsi dari filsafat Yunani “homo homini lupus” [Manusia adalah serigala bagi yang lainnya]. Begitu pekat hati dan tumpul akal-akal mereka. Allah telah mengunci otak dan jiwa mereka. Dan balasan yang lebih perih akan mereka dapatkan kelak di Hari Pembalasan. Hari dimana para lelaki bengis berbaju loreng tadi mengiris merintih-rintih dalam kesakitan dan penderitaan yang kekal.
Saya tidak sanggup lagi menulis dan membaca kisah nyata yang lebih sadis dari film extrime manapun. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan kepada saudara kita di Rohingya. Dan diberikan kekuatan dan kesabaran atas apa yang menimpa mereka, entah itu dibelahan dunia manapun. Di sudut Negara-negara yang menzholimi umat Islam. Di Pelosok dunia yang selalu menindas Umat ini. Semoga Kemenagan segera kita raih dalam bingkai persatuan bukan dalam bingkai perpecahan. Amiin ya Rabbal Alamiin
Wallahua’lam bis shoowab