Cerpen

Penyakit Anak Zaman Now

Terkadang tingkah peserta didik di kelas membuat guru prihatin. Bukannya siswa cerdas dan pandai dalam mengerjakan PR atau tugas di sekolah, melainkan mereka cerdik dan pandai membuat alasan untuk sebuah pelajaran. Seperti kisah cerpen berikut.


Siswa dengan paras oval, rambut lurus belah dua itu duduk kesal di ruang kelas. Wajahnya masam tak bersahabat. Seragam putih pendek, celana biru panjang membungkus longgar tubuh kurusnya. Reebook itulah merk sepatu yang dipakainya setiap hari ke sekolah.

Suasana ramai ruang kelas tidak membuatnya sumringah. Ia masih kesal dengan ibu dan pak gurunya yang tidak fair dalam menyuruh siswa menjawab soal, pertanyaan, dan tugas-tugas yang dipelajari di sekolahnya. Pasti namanya selalu yang pertama kali di panggil. Sudah sering ia mengganti posisi duduk, tapi tetap saja namanya menjadi giliran pertama untuk berdiri. Akhirnya, ia pasrah dan memilih duduk di bangku depan.

“Ziz, jangan lupa tugas Fisika ibu Ratih, sebentar lagi ibu Ratih masuk loo. Pasti namamu pertama kali di panggil!”

Sontak Aziz melempar pandangannya ke belakang, nampak senyum tidak bersahabat dari murid yang baru saja berbisik di telinganya. Murid itu duduk persis di belakangnya. Gelagatnya seperti sedang mengejek Aziz yang duduk tidak fokus dengan suasana kelas yang bising.

Aziz kesal, ingin ia melempar buku catanya ke arah Yanto, siswa yang selalu mendapat giliran terakhir dalam sesi tanya jawab. Yanto paling senang jika sesi tanya jawab berlangsung. Karena Aziz akan selalu menjadi orang pertama mendapat giliran (first turn) sementara Yanto, selalu menjadi siswa terakhir mendapat giliran.


Pukul tujuh lewat lima belas menit. Seluruh siswa telah memasuki ruang kelas. Aziz menegakkan badannya. Begitu juga dengan siswa lain. Wajah siswa-siswi cemas bercampur aduk. Nampak beberapa siswa saling merebut buku catatan. Dapat di terka, mereka pasti baru memulai mengerjakan tugas Fisika yang diberikan minggu lalu oleh Bu Ratih. Beberapa saat kemudian, Bu Ratih memasuki ruang kelas.

“Assalamualaikum.. anak-anak.”

“Waalaikumsalam.. Bu Ratih” Jawab mereka kompak

“Baiklah, langsung saja kita mulai pelajaran kita hari ini dengan membaca Bismillahirramniirrahiim” sambil mengecek daftar nama siswa di dalam map biru, Bu Ratih menyodorkan pertanyaan. “Siapa yang bisa menjelaskan tugas minggu lalu yang ibu berikan?” Kelas hening. Tidak ada tangan mengacung ke atas.

Nampak siswa-siswi saling berbisik satu sama lain. Ibu Ratih menyoroti dari pojok belakang sampai sudut depan kelas. Tidak ada satupun gelagat jawaban apalagi tangan teracung. “Baiklah, kalau tidak ada yang bisa menjawab, Ibu akan mulai dari nomor urut absensi kelas.”

Apa yang di banyangkan oleh Aziz persis terjadi. Ia nampak pucat. Tubuhnya gemetar. Sekarang pasti namanya pertama kali di panggil untuk menjelaskan tugas Fisika Bu Ratih. Bibir Aziz tiba-tiba kering, mendadak sariawan. Dug dug, dug dug, dud dug.. Getar jantungnya berdegub kencang. Tangannya berkeringat. Matanya kunang-kunang. Sepertinya, Aziz butuh keajaiban.

“Yanto Kusuma, silakan jawab pertanyan nomor satu” Suara Bu Ratih tiba-tiba memecah keheningan. Dan nama pertama yang di baca adalah Yanto, Bukan Abdul Aziz. Sontak saja Aziz bernapas lega. Ia senang bukan kepalang. Wajahnya yang pucat berubah cerah. Bibirnya yang sariawan sembuh total. Sepertinya keajaiban huruf Abjad benar-benar terjadi. Dari nama Aziz ke Yanto.

“Alhmadulillah, terimaksih ya Allah. Engkau mendatangkan keajaiban ini.” dalam hati Aziz berdo’a. Ia benar-benar lega.


Suasana kelas semakin tegang, layaknya arena bioskop dalam tanyangan film horor. “Silakan Yanto Kusuma, maju ke depan dan jelaskan pertanyaan nomor satu” Bu Ratih mengulangi.

“Maaf Bu, Yanto tidur Bu” Pekik Ramli, siswa yang duduk disamping Yanto.

“Apa. Yanto tertidur!.”

“Iya, Bu. Tadi ketika pelajaran baru di mulai Yanto masih bangun, tapi ketika namanya disebut Yanto langsung tidur Bu” Kembali Ramli menimpali.

“Huuuuuu” Kelas mendadak ramai. Yanto di soraki teman-temannya. Semuanya, tahu kalau Yanto pasti sengaja sakit dan demam. Ibu Ratih melangkah mendekati Yanto. Ia ingin pastikan kalau Yanto benar-benar sedang tertidur, sekaligus ingin memberikan pelajaran kepada muridnya yang satu itu. Bu Ratih sudah tidak tahan dengan kelakuan Yanto yang selalu malas mengerjakan tugas-tugas. Namun tanpa di sangka-sangka mendadak Yanto terbangun;

“Maaf Bu, Yanto tidak tidak tidur Bu. Yanto belum selesai mengerjakan PR Bu. Tadi Yanto pinjam buku catatan Ramli tapi Ramli tidak mau meminjami Yanto” Suara Yanto memelas. Nampaknya, ia tahu kalau Bu Ratih akan marah menghampirinya.

“Huuuuu” Kembali suara teman-teman Yanto menyoraki.

“Sekarang, Yanto maju dan berdiri di depan. Sampai ada siswa yang bisa menjawab, kamu boleh duduk!” Bu Ratih memberi perintah.

Yanto bangkit dari bangkunya, dengan langkah lesu ia berjalan ke depan kelas.Yanto Berdiri. Kepalanya tertunduk. Kaki kirinya terangkat setengah lutut. Rasa kesal nampak diwajahnya. Ia menatap tajam ke arah Aziz, Ramli, Ruslan, Dodi, Toni dan teman lainnya Teman-temannya sekelas nampak tersenyum balik, sambil menahan tawa dalam-dalam.


“Abdul Aziz! Silakan maju dan kerjakan soal nomor satu. Kalau tidak bisa juga kamu berdiri di samping Yanto.” Perintah Bu Ratih.

Bak petir menyambar telinga Aziz, ketika mendengar namanya disebutkan Bu Ratih. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya. Tangannya gemetar. Mulutnya menganga perlahan. Matanya mendadak layu. Aziz tiba-tiba pingsan. Bruuuukkk. Bunyi badan Aziz terhempas di lantai kelas.

Bu Ratih menarik napas dalam-dalam, sambil bergumam;

“Astagfirullahal adzim, penyakit Anak jaman now!” Dengan kesal Bu Ratih berlalu meninggalkan ruangan kelas.


Sumber Photo : Google.com

Related posts

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Tiga)

Sofian Hadi

Cahaya di Balik Musibah

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Satu)

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Tujuh)

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Lima)

Sofian Hadi

Embun Pagi di Tanah Rabbani (Bag. Sembilan)

Sofian Hadi

1 comment

Batuter February 18, 2025 at 11:31 pm

Pentingnya komunikasi antara guru dan siswa dalam menghadapi tantangan belajar di era digital saat ini sangat krusial. Bagaimana menurut kalian, langkah-langkah apa yang bisa diambil oleh guru untuk mengurangi kecemasan siswa dan meningkatkan keterlibatan mereka di kelas?

Reply

Leave a Comment

You cannot copy content of this page