Peran dan fungsi media tidak lain adalah sebagai alat atau sarana untuk menyampaikan pesan, informasi, dan hiburan kepada khalayak. Untuk lebih jelasnya, simak pernyataan Edward Herman dan Noam Chomsky :
“The mass media serve as a system for communicating message and symbols to the general populace. It is their function to amuse, entertain, and inform, and to inculcate individuals with the values, beliefs, and codes of behavior that will integrate them into institutional structures of the larger of society. In a world of concentrated wealth and major conflicts of class interest, to fulfill this role requires systematic propaganda”.
Namun, mengingat teori fungsi media ini tidak sejalan dengan apa yang terjadi di alam realitas, bahwa adanya propaganda yang melibatkan penyebaran informasi palsu dan terdapat tujuan-tujuan membantu kasus privasi individu sosial atau melukai suatu individu atau kelompok sosial lainnya, maka, Herman dan Chomsky menegaskan:
“The media serve, and propagandize on behalf of, the powerful societal interest that control and finance them. The representatives of this interest have important agendas and principles that they want to advance, and they are well positioned to shape and constrain media policy”.
Dengan adanya kesimpulan tersebut, maka kehadiran media dalam kehidupan masyarakat bukan hanya sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, namun isi dan informasi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses perubahan sosial budaya.
Ketika media menawarkan hiburan global, maka saat itu pula media menawarkan gaya hidup, budaya dan nilai bagi anak muda yang tengah gelisah mencari identitasnya. Media massa merupakan otak bagi khalayak, sehingga apa yang ada disajikan media akan mempengaruhi realitas subjektfitas pelaku interaksi sosial. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wood dan Smith bahwa :
“People perception of the among of telepresence in a given medium suggest that they are likely to consider how the message they fashion through media are reflections on them”
Refleksitas atau gambaran tentang realitas yang ‘dibentuk’ oleh isi media inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai obyek sosial. Informasi yang keliru dari media massa akan memunculkan gambaran yang keliru pula pada khalayak, sehingga akan memunculkan respon dan sikap yang keliru pula terhadap objek sosial.
Oleh karena itu, mengapa media massa dituntut menyampaikan informasi dan hiburan secara akurat dan berkualitas? Karena kualitas inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian konten media.
Tanpa di sadari peran media sekuler telah membawa masyarakat masuk kedalam pola budaya baru dan mulai menentukan pola pikir serta perilaku masyarakat. Sebagaimana pandangan Turkle bahwa media bukan hanya sekedar tool belaka, tetapi juga bagian dari kehidupan sosial dan psikologis yang mempengaruhi alam bawah sadar serta mengatalisasi cara hidup.
Sehingga peran serta dampak yang ditimbulkan oleh media sekuler tidak hanya sekedar mengeser nilai-nilai sosial, budaya dan agama, tetapi lebih dari itu yaitu membentuk budaya baru (tren) dalam kehidupan masyarakat. Budaya inilah yang dikenal dengan istilah budaya popular (popular culture) yang merupakan hasil dari peran destruktif-konstruktif media sekuler dan pengusungan ideologi Barat Post- Modern. Adapun ideologi tersebut sebagai berikut.
Hedonisme
Hedonisme merupakan pandangan hidup yang menganggap kesenangan dan kenikmatan sebagai tujuan hidup. Hedonism is considered a lifestyle in which pleasure and happiness are the ultimate goals in life. Hal ini sesuai dengan falsafah hedonisme yang mengatakan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan realitas hidup yang tidak perlu dihindarkan dan setiap orang suka merasakan akan hal itu.
Gaya hidup hedonis merupakan budaya yang diciptakan oleh media sekuler melalui acara-acara entertainment yang bersifat destruktif. Dalam hal ini, media sekuler turut menciptakan kebutuhan semu dan instan yang membenarkan kenikmatan.
Konsumerisme
Bila konsumsi adalah sebuah tindakan (an act), maka konsumerisme adalah sebuah cara hidup (a way of life) atau sebuah expresi budaya dan manifestasi dari tindakan konsumsi. Consumerism is the cultural expression and manifestation of the apparently ubiquitous act of consumption.
Konsumerisme merupakan ideologi yang menjadikan seseorang yang menjalankan proses pemakaian barang-barang secara berlebihan secara sadar yang berkelanjutan.
Hal ini menjadikan manusia menjadi pecandu dari sebuah produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Dan selanjutnya sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
Ideologi konsumerisme ini bekerja dengan cara seperti “ideologi roman”. Atau pencarian yang tiada akhir dan pergerakan hasrat metonimik yang tidak ada habisnya, seperti dalam menggunakan barang sesuai dengan mengikuti tren yang berkembang.
Hal inilah yang merupakan buah hasil sajian media sekuler berupa iklan-iklan diberbagai laman media baik cetak, elektronik maupun media online.
Bersambung ke bagian 3 (tiga)
Sumber photo: Google.com
1 comment
Komentar:
Menarik sekali bagaimana media sekuler membentuk budaya baru melalui hedonisme dan konsumerisme. Menurut Anda, sejauh mana pengaruh media dalam membentuk identitas individu dan kelompok di era digital ini?