Nasional

Kintsugi: Seni Menata Hidup ala Jepang Kuno

Jepang dikenal dengan negara maju dan modern. Akan tetapi, dibalik kemajuan dan kemodernan, Jepang tetap memelihara kearifan budaya lokal. Modernisasi hidup bukan malah memarginalkan peran budaya lokal yang secara turun temurun telah dipraktikkan dalam kehidupan mereka.

Ada beberapa prinsip (seni) hidup, yang membuat Jepang maju, tanpa harus lupa dengan tradisi konservatifnya. Contoh prinsip hidup ala Jepang seperti; Ikigai dimaknai sebagai alasan seseorang untuk hidup dan harus dijalani. Kaizen artinya perbaikan secara terus-menerus. Tetap berusaha menjadi lebih baik.    

Gaman, atau prinsip ketekunan, tekad kuat. Pantang menyerah, mengeluh. Bertahan sampai akhir hidup. Mottainai filosofi yang berarti hidup tidak boleh untuk disia-siakan. Harus diamanfaatkan sebaik-baiknya. Maksimal dalam menjalaninya.  

Selanjutnya seni hidup Kintsugi. Sebuah konsep kuno yang mengajarkan manusia untuk hidup dalam sederhana, namun tidak boleh putus asa. Berani bangkit dari keterpurukan problema. Seberat apapun masalah jangan pernah hopeless (putus asa). Kali ini, kita akan fokus membahas filosofi ‘Kintsugi’

Pada dasarnya manusia telah merancang cara hidupnya masing-masing. Beberapa aturan hidup dibuat begitu sempurna. Seolah-olah tidak boleh ada celah masalah mendera. Segala proses diprediksi terukur dalam takaran kebaikan sekaligus kemapanan.

Lakon hidup kemudian diperankan, indah sedari awal hingga mendatangkan kepuasan yang tiada terperikan. Pernak-pernik hidup dijalani penuh keindahan. Bahkan tidak terprediksi bentuk derita dan himpitan akan menghampiri. Ekspektasi buruk tidak masuk radar keyakinan.

Di akhir lakon hidup yang penuh kebahagiaan tersebut, secara tidak terduga sembelit masalah mengancam bersembunyi dalam irama ketenangan. Pada perjalanannya yang ‘nyaris’ sempurna itu hidup menjadi misteri keterpurukan. Fragmen tetata indah sedari awal mulai retak, menuju kehancuran. Hingga benar-benar jatuh, pecah terkeping-keping.

Seni Kintsugi

Pada fase inilah seni Kintsugi berperan. Kehancuran hidup bukan karena tidak dijaga dengan baik, namun takdir diluar prediksi manusia datang menguji ruang dan waktu. Dalam kondisi ini Kintsugi memberi semacam keyakinan untuk hidup tegar, tabah. Pasrah namun kembali berbenah.

Kintsugi memberi irama ketenangan. Kembali harus menata hidup, walau pernah tersungkur dalam keterpurukan. Sehingga, keindahan hidup terletak pada kesederhanaan. Hal yang luar biasa tidak membutuhkan ornamen atau sesuatu yang berlebihan. Ia nampak lebih indah dan harmonis secara alami. Begini filosofi kintsugi menguatkan hidup.

Sembari terus berproses membangun gagasan, memang perlu penyesali yang telah terjadi. Namun hidup tetap harus dijalani. Alih-alih menyerah dan tidak meneruskan hidup, kita justru harus belajar memeprbaiki diri setelah ditimpa kesulitan.   

Seni Kintsugi mengajarkan kita memperbiki hidup yang kacau, rapuh, terpuruk dengan kembali menata dan merekonstruksi kembali kehidupan dengan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Reaksi untuk menata kembali kepingan hidup yang hancur adalah seni memahami hidup. Karena, ketika kita memahami sesuatu kita akan bisa mengatasinya.

Kintsugi, bukan sekadar teori, filosofi atau prinsip kuno Jepang. Tetapi seni mengolah dan memperbaiki hidup lebih baik dan lebih bahagia.

Demikian filosofi Kintsugi Jepang kuno yang diperankan oleh Chojiro sebagai guru pertama Kintsugi yang hidup abad keenam belas. Sokei adalah murid pertama Chojiro sekaligus yang pertama memraktikkan seni memperbaiki hidup yang hancur dan terpuruk. Silakan baca lengkapnya buku karya Tomas Navarro.    

Wallhua’lam bish shawââb

Related posts

Kamuflase Abdul Ghaffar: Bagaimana Snouck Hurgronje Menipu Kaum Muslim di Nusantara

Sofian Hadi

Ngeri! Dosa Besar Ini Bikin Hidup Berantakan di Dunia dan Akhirat

Sofian Hadi

Momentum Tahun Baru Masehi: Refleksi Muhasabah dan Tazkirah Agar Menjadi Pribadi Lebih Baik

Sofian Hadi

Mengulik Sejarah: Tirani Penjajahan Masyarakat Pribumi

Sofian Hadi

Rahasia Keutamaan Ramadhan: Mengapa Ramadhan Begitu Istimewa?

Sofian Hadi

Pesan Penting Prof. Dr. KH. Hamid Fahmy Zarkasyi kepada Wisudawan Universitas Cordova 2024

Sofian Hadi

1 comment

Leave a Comment

You cannot copy content of this page