Penyuluh

Makna Do’a: Menyelami Pengertian dan Tujuan Permohonan

Dalam kitab Al-Du’â al-Ma’tsur wa Adâbuhu wa mâ Yajibu ‘alâ al Da’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu karya Abû Bakr al-Thurthûsyî al-Andalusî (450-520 M).Beliau dikenal sebagai da’î yang alim. Menurut buku karya beliau, kata do’a (du’â) itu umum. Maknanya bisa bermacam-macam. Doa bisa berarti penyembahan kepada Allah, bisa juga mengandung pengertian memohon, meminta pertolongan dan sebagainya. Berikut ulasannya.

Kata do’a dalam pengertian ini misalnya terdapat dalam firman Allah, “Sesungguhnya masjid-masjid itu untuk Allah. janganlah kamu menyembah (tad’û) apa pun  (di dalamnya) selain Allah”. [QS. Al-Jinn, ayat 18]. Maksud meng-Esakan Allah di sini adalah Tauhîd.

Do’â dalam konotasi ‘penyembahan’ juga terdapat dalam ayat, “Sesungguhnya mereka berhala-berhala yang kamu seru (tad’ûna) selain Allah adalah makhluk yang lemah sama sepertimu. seru saja mereka (fad’ûhum), lalu coba biarkan mereka memperkenankan permintaanmu”. [QS. Al-‘Araf, ayat 194].

Terdapat 2 (dua)kata do’â dalam ayat di atas, pertama kata (tad’ûna) merujuk kepada penyebutan berhala sebagai tuhun-tuhan. Kedua kata (fad’ûhum), merujuk kepada permintaan kepada berhala agar diberi manfaat dan dijauhkan dari bahaya. Maknanya, dua kata tersebut dijelaskan dengan masing-masing maksud dan tujuannya. Dengan penggunaan kata yang berbeda.

Kemudian, do’a juga bermakna “permintaan pertolongan” (isti’ânah) [QS. Al-Baqarah ayat 23]. Do’a juga bermakna penghambaan (ibadah) seperti dalam ayat. “Aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau pertuhankan (tad’ûn) selain Allah”. [QS. Maryam, ayat 48]. Dalam surat [Al-Ghâfir ayat, 60] “Berdoa’alah kepada-Ku (ud’ûnî), niscaya akan Aku perkenankan bagimu”. Kata do’a di sini bermakna “memohon dan meminta”

Dan masih banyak lagi makna dan pengertian do’a dalam Al-Qur’an dengan bahasa yang berbeda. Contohnya; do’a yang berarti panggilan/sebutan “yad’ûkum” [QS. Al-Isra’ ayat 52] dan “ud’û [QS. Al Isra’ ayat 110]. Kata “tad’û dalam [QS. Yunus ayat 106], selanjutnya kata  “nad’û” dalam [QS. Al-An’âm, ayat 71]. Dan bentuk-bentuk  lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’anul karîm.

Menurut Abû Bakr al-Thurthûsyî al-Andalusî, jika engkau berdo’a kepada Allah agar kebutuhanmu di dunia dan di akhirat dipenuhi, berarti engkau adalah seorang peminta. Jika engkau berdo’a kepada Allah agar dosa-dosamu diampuni, berarti engkau adalah seorang pemohon ampunan. Semua itu masuk dalam do’a.     

Dalam penjelasan lain, al-Thurthûsyî, menerangkan bahwa seperti halnya do’a, “pemberian” maknanya juga bermacam-macam. Jika yang diberikan adalah barang yang tampak, disebut sedekah dan hibah. Jika yang diberikan adalah manfaat, itu disebut jasa. Jika yang diberikan adalah tenaga, itu disebut bantuan tenaga. Jika yang diberikan adalah barang yang pada waktunya harus dikembalikan, itu namnya pinjaman.

Allah memerintahkan berdo;a dan meminta apa yang dimiliki-Nya. Dan menjanjikan dikabulkannya permohonan sebagai nikmat dari-Nya yang dikaruniakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Bukankah setiap nabi dan rasul yang berdo’a kepada Allah itu ingin agar keperluan dan kebutuhan mereka dipenuhi? Dan Al-Qur’an pun menceritakan terkabulnya apa yang mereka minta.

Allah befirman kepada Musa dan Harun “Sungguh telah diperkennankan permohonan kamu berdua” [QS. Yunus, ayat 89]. Begitupun dengan Nabi Zakaria yang memohon kepada Allah agar diberikan seorang anak. [QS. Al- Anbiya’ ayat 89] kemudian Allah menjawab permohonannyA. “Maka kami kabulkan do’anya  dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya” [QS. Al-Anbiya’ ayat 90].   

Seandainya, do’a itu tidak mencakup permintaan. Lalu untuk apa seorang pendoa menyebut permintaanya? Untuk apa pula ada istilah “terkabul” bila permintaanya diberikan? Al-Qur’an menyebut bahwa Allah menyandang nama al-Mujîb (yang mengabulkan). Sementara orang yang berdo’a disebut al-Mujâb (yangdikabulkan permohonannya).

Seorang hamba, haruslah tetap berdo’a kepada Allah, karena do’a adalah senjata kaum Muslim. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam hidup, baik di dunia dan akherat harus tetap meminta petunjuk dan hidayah kepada Allah. Jangan seperti kaum Qadariyah yang meyakini bahwa setiap hamba ‘menciptakan’ perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan.

Sebuah bentuk keyakinan yang latah, apa yang mereka yakini terlalu merendahkan kuasa Tuhan. Tuhan yang menciptakan dan yang memberi mereka roh dan nyawa untuk hidup. Kita berlindung kepada Allah semoga kita dijauhkan dari pemikiran kaum Qadariyah tersebut.

Berdo’a sama halnya kita beribadah kepada Allah. Ibadah yang semata-mata untuk mencapai ridho-Nya.

Mari kata langitkan doa’-do’a terbaik kita. Allah Maha Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Dan yakinlah do’a kita akan dikabulkan. Jika tidak dikabulkan di dunia, maka Allah akan menunda dikabulkannya nanti di akhirat. Dan semoga apa yang menjadi hajat kita dikabulkan Allah Swt.

Demikian makna do’a dan tujuan permohonan yang disampaikan oleh Abû Bakr al-Thurthûsyî al-Andalusî dalam kitab beliau.Semoga menambah pemahaman dan ilmu kepada kita semuanya.  Amiin ya rabbal Alamîîn..

Sumber photo google.com

Wallahu’alam bish shawab.

Related posts

Penyuluh: Meluruskan Paham “Miring” Pluralisme Agama [3] Selesai

Sofian Hadi

Pelatihan Proses Pendamping Produk Halal (P3H): Cordova Halal Centre Sumbawa Barat

Sofian Hadi

Dakwah Penyuluh Agama Islam

Sofian Hadi

Profil Nomine Penyuluh Award tingkat Nasional 2023

Sofian Hadi

Kebangkitan Islam: Realitas Kekinian dan Kedisinian

Sofian Hadi

Penyuluh: Meluruskan Paham “Miring” Pluralisme Agama [1]

Sofian Hadi

1 comment

Batuter January 5, 2025 at 2:39 am

Doa sebagai sarana permohonan kepada Allah memiliki banyak dimensi yang menarik untuk dibahas. Apa pendapatmu tentang bagaimana pemahaman kita terhadap doa dapat mempengaruhi cara kita beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah?

Reply

Leave a Comment

error: Content is protected !!